BARISAN.CO – Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 114 Tahun 2021 terkait posisi Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri).
Meski demikian, Jokowi belum menunjuk sosok yang akan mendampingi Mendagri Tito Karnavian itu. Dengan begitu, kursi wakil menteri di Kabinet Indonesia Maju yang masih lowong bertambah.
Hingga kini, total ada 24 posisi wakil menteri dalam kabinet Jokowi. Sebanyak 15 di antaranya sudah terisi, sedangkan 9 sisanya masih kosong.
Jumlah kursi Wakil Menteri di kabinet Indonesia Maju saat ini terus membengkak dibandingkan dengan kepemimpinan Jokowi di awal pemerintahan.
Saat awal Jokowi menjabat, kursi Wakil Menteri hanya ada tiga yakni Wakil Menteri Luar Negeri, Wakil Menteri Keuangan, dan Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Inkonsistensi Jokowi dalam Mewujudkan Efisiensi Birokrasi
Bertambahnya posisi wamen di ruang pemerintahan, menimbulkan beberapa pertanyaan soal janji Jokowi. Diketahui, Jokowi pernah berniat untuk merampingkan kabinet.
Pernyataan itu, Jokowi sampaikan melalui pidatonya saat dilantik sebagai Presiden RI periode kedua pada 20 Oktober 2019, dan diunggah ke akun YouTube.
“Prosedur yang panjang harus dipotong. Birokrasi yang panjang harus kita pangkas. Eselonisasi harus disederhanakan,” tegas Jokowi saat itu.
Menanggapi penambahan posisi waklil menter itu, peneliti politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Siti Zuhro, mengatakan kebijakan itu menunjukkan inkonsistensi Jokowi dalam mewujudkan efisiensi birokrasi.
Siti Zuhro menilai, Jokowi kesulitan menghindari ‘pembengkakan’ pada kabinetnya sendiri akibat ‘tarik-tarikan politik’.
“Jumlah wakil menteri yang melampaui 14 ini menunjukkan bahwa fragmentasi birokrasi itu tetap terjadi,” kata Siti mengutip dari BBC Indonesia.
Jokowi, lanjut Siti Zuhro, nyatanya kesulitan menghindari intervensi politik di dalam kabinetnya sendiri justru pada periode kedua. Pembengkakan kabinet saat ini, kata dia, merupakan konsekuensi dari dukungan politik yang dia raih untuk memenangkan pemilu yang lalu.
Di satu sisi, Jokowi mau tidak mau mengakomodasi kepentingan pendukung politiknya melalui jabatan strategis. Sementara itu, ada target untuk menuntaskan program kerjanya secara cepat. Penunjukan wakil menteri dari ranah profesional dianggap sebagai solusi atas ini.
“Upaya merampingkan birokrasi yang kaya fungsi dan miskin struktur itu akhirnya tidak terjadi karena ternyata mengakomodasi kepentingan politik itu menjadi sesuatu yang niscaya,” tutur Siti.
Selain itu, Siti menilai Jokowi terkesan ingin memelihara dukungan yang telah dia peroleh sebelumnya untuk menyongsong pemilu yang akan datang.
“Pemilu 2024 siapa pun ingin jadi king maker, apalagi pak Jokowi yang akan lengser, akan punya preferensi pada calon tertentu. Hal itu yang mungkin masih jadi pertimbangan politik sehingga kebijakan-kebijakannya bisa jadi terkait itu,” papar Siti.