Jangan mentang-mentang masyarakat Indonesia sangat dermawan lalu mereka akan begitu mudah menyumbangkan dananya untuk ‘Kotak Amal IKN
KEJUJURAN adalah barang mahal di negeri ini. Apalagi dalam komunitas pemerintahan dan lembaga politik seperti DPR, karena berbohong itu tidak ‘diharamkan’. Alasannya berbohong demi negara atau berbohong bagi keamanan nasional. Ini kebalikannya dengan akademisi, mereka boleh salah tetapi haram untuk berbohong.
Pernyataan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Wahyu Sakti Trenggono di hadapan Komisi IV DPR belum lama ini yang mengaku tidak punya duit untuk membangun Ambon New Port, perlu mendapat pujian atau paling tidak emotikon jempol. Padahal pembangunan pelabuhan terintegrasi di salah satu lumbung ikan nasional itu pernah dijanjikan Presiden Jokowi pada 2016 dan peletakan batu pertamanya dilakukan pada 2017.
“… jadi saya bilang penangkapan itu bukan soal tangkap Pak, tapi mohon maaf bangun integrated port, ini direkam soalnya. Duitnya nggak ada masalahnya, cuma satu yang harus saya lakukan, saya undang investor,” kata Sakti.
Pengakuan paling jujur dari seorang menteri tersebut langsung mewabah atau viral di media sosial. Ditambah lagi semakin dramatis karena seorang anggota Komisi IV dari Maluku Saadiah Manuputy menudingnya sambil menangis.
Saadiah menagih janji Presiden Jokowi, Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dan Menteri Investasi merangkap Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Bahlil Lahadalia atas komitmennya membangun pelabuhan di wilayah pemasok 43 persen ikan nasional tersebut.
“Kalau alasan tidak ada uang bagi kami ini tidak adil. Maluku itu orang yang paling baik se-Indonesia ini tidak pernah bilang mau kibarkan bendera, tidak pernah bilang mau merdeka, kalau hari ini tidak ada uang, waduh mana presiden itu, mana menteri itu, benar-benar kami ditipu ini,” ujarnya, emosional.
Pun, Kepala Otorita Ibu Kota Negara (IKN) Bambang Susantono secara tersurat dalam sejumlah perbincangan dengan kelompok Tempo tidak mungkin saat ini membangun ibu kota pintar yang menjadi impian Jokowi menggunakan APBN. Begitu juga IKN yang dirancang menjadi ibu kota ramah lingkungan tidak mungkin dapat diwujudkan dengan dana dari investor karena Soft Bank pun yang sebelumnya sudah berkomitmen mengundurkan diri.
APBN tidak mungkin, investor juga nihil. Maka muncul istilah creative financing. Di antaranya dengan mewacanakan menggalang dana masyarakat lewat crowd funding. Menurut istilah lokal sinonim atau setara dengan saweran, urunan, kenclengan, sumbangan atawa kotak amal.
Sudah pasti wacana tersebut selain menjadi kontroversi juga jadi bahan olok-olok dan juga menjadi bahan risakan di media sosial. Sikap publik hampir seragam: negara nggak punya duit kok maksa bangun IKN yang dianggarkan Rp466 triliun.
Pernyataan Sakti dan juga Bambang menjadi representasi dan sekaligus pembuktian bahwa Pemerintah saat ini terlalu berambisi untuk mewujudkan proyek mercusuar tetapi tidak mengukur pada kondisi riil di masyarakat. Harga kebutuhan pokok terus naik menyusul bahan bakar minyak (BBM), gas dan juga listrik.
Masyarakat Indonesia dalam keadaan susah pun memang sangat terkenal dengan kesalihan, solidaritas dan dermawan. Ini dibuktikan dari survei yang dirilis lembaga amal Inggris, Charities Aid Foundation, pada 2018 yang menyebut masyarakat Indonesia paling dermawan di dunia. Mengalahkan Australia, Amerika Serikat dan Irlandia.