Scroll untuk baca artikel
Kolom

Jurnalis Terperangkap Clickbait

Redaksi
×

Jurnalis Terperangkap Clickbait

Sebarkan artikel ini

Tekanan pasar tersebut mungkin menjadi penyebab editor dan jurnalis mengejar klik melalui clickbait dengan cerita tentang kucing dan selebriti daripada topik berita serius.

BARISAN.CO – Di era digital, jurnalis dituntut bekerja cepat dalam menyiarkan informasi kepada masyarakat. Terkadang hal inilah yang justru membuat dilema. Sehingga pada akhirnya jurnalis memberikan informasi yang terkadang tidak akurat.

Mengutip American Press Institute (API), tantangan terbesar pertama yang dihadapi oleh jurnalis pada hari ini ialah banjirnya opini dan informasi palsu di internet. Mereka mengutip sana-sini tanpa mengecek kebenarannya terlebih dahulu di lapangan. Celakanya, apabila masyarakat terpengaruh, itu berakibat pada kebodohan yang tidak ada habisnya.

Namun, jurnalis tidak sepenuhnya salah. Masih dari API, hal ini bisa terjadi karena pemilik media cenderung berfokus pada keuntungan dan juga tidak percaya kualitas kepada tulisan jurnalis yang baik akan menjual.

Itu bisa saja terjadi karena 27 persen manager media percaya bahwa sebenarnya masyarakat tidak peduli akan kualitas jurnalisme. Meningkatnya persaingan, maka tak mengherankan jika jurnalis menarik perhatian audiens melalui clickbait.

Clikbair didefinisikan sebagai tautan menarik di situs web untuk mendorong orang membaca. Tautan tersebut sering kali dibayar oleh pengiklan atau menghasilkan pendapatan berdasarkan jumlah klik.

Salah satu kualitas terbaik dalam budaya jurnalisme ialah skeptisisme. Akan tetapi, ketika membahas digital, kualitas itu tergantikan oleh antusiasme yang tidak perlu dipertanyakan lagi.

Dalam sebuah penelitian yang diterbitkan di American Journal of Sociology disebutkan, dengan data digital dan metrik audiens telah mengubah bentuk dinamika newsroom di Amerika Serikat dan Prancis. Berkat itu, jurnalis dan editor dapat melacak berapa banyak orang yang membaca setiap artikel dan berapa lama membacanya.

Penulis studi, asisten profesor komunikasi di Stanford, Angele Christin menemukan, untuk sebagian besar situs web berita Amerika, metrik seperti itu menjadi faktor penting untuk pendapatan iklan online.

Dia menyebut, dengan clickbait akan semakin banyak pengunjung, maka semakin banyak uang dan setelah itu, pengiklan datang berkerumun.

“Karena iklan online semakin kompetitif, organisasi berita melakukan apa yang harus dilakukan untuk dapat bertahan hidup di lingkungan baru ini,” kata Christin.

Tekanan pasar tersebut mungkin menjadi penyebab editor dan jurnalis mengejar klik dengan cerita tentang kucing dan selebriti daripada topik berita serius seperti kebijakan luar negeri atau ekonomi.

Christin berpendapat, tidak ada solusi sederhana untuk mempertahankan kualitas jurnalis online. Clickbait tidak hanya ada di AS dan Prancis, di Indonesia pun sama. Bahkan, terkadang judul dan isinya amat berbeda. Rendahnya literasi di tanah air juga mendorong masyarakat mudah terpancing hanya dengan melihat judul, mereka terpancing mencaci-maki di kolom komentar dan di media sosial.

Sebagai jurnalis, alangkah baiknya jika meluangkan waktu untuk membuat karya ketika memang memiliki sesuatu yang penting untuk dibagikan. Namun, kembali lagi, jumlah klik adalah soal hidup dan mati bagi pekerja media. Sialnya, yang tidak mengikuti, bisa saja akan tereleminasi oleh sikap idealisnya. [Luk]