Scroll untuk baca artikel
Risalah

Kelelahan Berwelas Asih Membuat Orang Mulai Kehilangan Empati

Redaksi
×

Kelelahan Berwelas Asih Membuat Orang Mulai Kehilangan Empati

Sebarkan artikel ini

BARISAN.CO – Pandemi telah menjadi badai bagi banyak orang. Berbagai perasaan dan pikiran mereka terombang-ambing oleh ketidakpastian akan berakhirnya situasi ini. Beberapa orang kehilangan kesabaran, bahkan welas asih antar sesama mulai memudar seiring berjalannya waktu.

Kini, kesedihan berganti dengan kelelahan dan stres yang hinggap setiap waktu. Diantara mereka banyak yang menghindar mendengar kabar buruk untuk tak lagi dipenuhi beban pikiran yang bisa menjadi bom waktu turunnya imun dalam tubuh. Namun tak jarang, ada yang mati rasa atas kabar yang diterima.

Menurut psikolog klinis, Brian Wind, kelelahan fisik dan mental dapat menurunkan kemampuan seseorang untuk berempati akibat kelelahan untuk berwelas asih. Adapun untuk gejala emosional yang dihadapi, Brian menyebutkan antara lain sifat lekas marah, kecemasan, takut jika harus merawat orang lain, dan berkurangnya keinginan membantu orang lain.

“Orang tersebut mungkin merasa terbebani oleh penderitaan orang lain atau mulai menyalahkan orang lain atas penderitaan mereka,” kata Brian, seperti dikutip dari Healthline.com pada Selasa (27/7/2021).

Sedangkan untuk kelelahan berwelas asih memiliki gejala fisik, seperti: insomnia, sakit kepala, penurunan berat badan, makan berlebih, dan juga penyalahguanaan zat. Kelelahan berwelas asih dapat terjadi kepada siapa saja terutama tenaga kesehatan. Selain itu, guru, jurnalis, pengasuh, dan orang-orang yang berempati pun dapat mengalaminya.

Ini bukan kali pertama terjadi. Wabah penyakit sering menyebabkan hilangnya belas kasih terhadap orang lain. Di awal abad ke-15 dan abad ke -16, korban wabah dikirim ke sebuah pulau untuk dibiarkan mati dan dikubur dalam kuburan massal.

Daniel Defoe menulis tentang epidemi yang melanda kota London tahun 1665 pada A Journal Of The Plague yaitu ketika keselamatan semua orang berada di dekatnya, mereka tidak memiliki ruang untuk mengasihani penderitaan orang lain.

“Bahaya kematian langsung bagi diri kira sendiri merenggut ikatan cinta dan semua perhatian satu sama lain.” tulis Daniel.

Kelalahan berwelas asih ini ditemukan pada akhir 1970-an. Banyaknya tuntutan untuk sumbangan amal bagi para korban di seluruh dunia akibat krisis buatan manusia, seperti perang dan bencana alam membuat orang mulai menutup ikiran dan hati terhadap penderitaan orang lain yang berakibat pada hilangnya empati.

Selain itu, di saat virum menjadi ancaman, informasi berlebihan baik di media mainstream maupun sosial juga membuat orang bosan. Ditambah, kegelisahan akibat pembatasan yang berlarut-larut juga membuat banyak orang terisolasi.

Maka, tidak heran jika segelintir orang menarik diri dari pembicaraan mengenai korban bahkan tak jarang mereka tertawa saat seseorang positif Covid-19. Itu bukan tanpa alasan. Kelelahan berwelas asih bisa menjadi salahsatu penyebabnya.

Berikut ini langkah untuk memerangi kelelahan berwelas asih, antara lain:

1. Merawat diri dengan langkah sederhana seperti berjalan kaki di sekitar rumah, bermeditasi, membuat catatan harian, lakukan hobi yang disukai, dan pastikan untuk cukup tidur.

2. Membuat buku harian bisa jadi pertimbangan agar dapat melepaskan pikiran dan perasaan. Tak lupa, akhiri dengan ucapan syukur atas hal yang telah kita terima di hari itu. Hal itu dapat membuat orang mengingat bahwa kehidupannya lebih baik dari orang lain karena masih memiliki hal yang patutu disyukuri.

3. Mengurangi membaca kabar buruk dapat mengurangi tingkat stres yang dihadapi. Saat tubuh terasa tegang, beristirahat. Karena saat kita merasa putus asa, tidak ada satu pun yang dapat dibantu dalam kondisi seperti itu.