Omicron memang gejalanya cenderung lebih ringan di beberapa orang, namun tingkat penularan yang tinggi dapat mematikan terutama orang-orang yang tidak divaksinasi
BARISAN.CO – Pada 24 November 2021, varian Omicron pertama kali ditemukan di Afrika Selatan. Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), varian itu bermutasi dengan sangat cepat.
Sejak ditemukan, tercatat 3 juta orang meninggal yang memupuskan harapan bahwa pandemi akan segera berakhir. Terlebih saat ini, muncul sub varian baru, yakni Son of Omicron alias BA.2.
Dalam laporan Oxfam atas nama Aliansi Vaksin Rakyat disebutkan, jumlah kematian akibat Covid-19 empat kali lebih tinggi di negara-negara berpenghasilan rendah daripada di negara-negara kaya.
Walaupun negara kaya, seperti Amerika Serikat dan Inggris terpukul, negara-negara miskin di dunia justru paling terpukul, khususnya perempuan dan anak-anak menanggung beban yang tidak proporsional. Penyebabnya ialah minimnya pengujian dan pelaporan membuat sejumlah besar kematian akibat Covid-19 tidak dilaporkan. Umumnya itu terjadi di negara miskin.
Menurut analisis Oxfam, satu kematian di negara kaya berbanding dengan empat orang yang meninggal di negara berpenghasilan rendah atau menengah ke bawah. Selain itu, berdasarkan basis per kapita, kematian di negara berpenghasilan rendah dan menengah ke bawah 31 persen lebih tinggi ketimbang di negara kaya.
Laporan itu juga menguraikan beberapa hal, diantaranya adalah setiap menitnya, empat anak di seluruh dunia kehilangan orang tua atau pengasuhnya. Contohnya saja di India, lebih dari dua juta anak kehilangan pengasuh. Perempuan juga 1,4 kali lebih mungkin terdepak dari angkatan kerja dibanding laki-laki akibat pandemi.
Masih dalam laporan yang sama, 99 persen umat manusia dinyatakan akan hidup lebih buruk karena Covid-19 mendorong 160 juta orang ke dalam jurang kemiskinan serta 137 orang kehilangan pekerjaan. Akan tetapi, tidak semua orang tergilas pandemi karena setiap 26 jam, miliarder baru tercipta.
Dari miliarder baru itu, 40 orangnya menghasilkan miliaran dolar dari vaksin, alat tes, dan alat pelindung baru (APD). Dan, selama pandemi, 10 orang terkaya di dunia kekayaannya berlipat ganda dan menghasilkan US$1,3 miliar per hari atau US$15.000 tiap satu detik.
Menanggapi hal itu, Manajer Kebijakan Kesehatan Oxfam, Anna Marriot mengatakan, setelah dua tahun, saat semua orang ingin pandemi berakhir, politisi di negara kaya mengabaikan dampak buruk yang terus terjadi hingga hari ini.
Anna menambahkan, sementara vaksin sangat efektif memberi harapan, negara kaya menggagalkan peluncuran vaksin global demi meraup untung. Oleh karena itu, selama ini Oxfam terus mendesak agar negara kaya melepaskan kekayaan intelektual agar negara miskin dapat membuat vaksinnya sendiri atau menyumbangkan dosis vaksin daripada membelinya untuk booster. Yang jelas-jelas, varian Omicron muncul di negara dengan tingkat capaian vaksinasi yang rendah.
Sedangkan epidemiolog Universitas Yale, Gregg Gonsalves menyampaikan, Omicron memang gejalanya cenderung lebih ringan di beberapa orang, namun tingkat penularan yang tinggi dapat mematikan terutama orang-orang yang tidak divaksinasi.
Bahkan, Gregg mengibaratkan bahwasanya kita semua mungkin selesai dengan coronavirus, namun coronavirus tidak selesai dengan kita semua.
Menurut Gregg, pasti ada jalan keluar terbaik untuk terlepas dari belenggu penderitaan selama dua tahun tahun terakhir, yaitu setiap orang memiliki akses vaksin dan tidak ada yang bisa dibuang. Dia melanjutkan, keputusan kesehatan masyarakat harus didasarkan pada bukti komprehensif, bukan dari agenda politik.
“Munculnya narasi pasca-Covid dari negara kaya hanya akan memperburuk rasa puas diri yang telah mengganggu perjuangan global melawan Covid-19,” ujar Gregg. [rif]