BARISAN.CO – Kembar Mayang merupakan salah satu simbol kehidupan masyarakat Jawa terutama sebagai simbol acara pernikahan atau perkawinan. Hal ini tidak dapat lepas bahwasanya setiap unsur kehidupan manusia tidak dapat lepas dari unsur-unsur simbol atau perlambang.
Simbol inilah yang membentuk kebudayaan masyarakat, terlebih masyarakat Jawa yang identik dengan ragam simbo. Seperti simbol-simbol dalam setiap upacara tradisi maupun ritual keagamaan.
Makna yang terkandung dalam setiap simbol yakni upaya sarana komunikasi dan pemahaman bawasanya ada nilai-nilai yang terkandung. Sehingga peradaban dan kebudayaan mansuia lahir karena adanya simbol-simbol.
Sebagaimana dikutip dari buku berjudul “Daya Kekuatan Simbol (The Power of Symbols)” karya F.W. Dilistone, Filusuf Yahudi Ernst Cassirer mengatakan, “Manusia adalah animal symbolicum”. Bahwasanya manusia adalah binatang yang membentuk simbol.
Sehingga melalui simbol tersebut manusia mampu menciptakan peradaban dan kebudayaan, seperti bahasa, kesenian, mitos hingga ilmu pengetahuan. Melalui simbol inilah, manusia mampu mengungkapkan siapa dirinya, kemana dan apa yang hendak menjadi tujuannya.
Maka terbentuklah beragam simbol kebudayaan, setiap simbol yang lahir dalam budaya memiliki makna. Bahkan simbol tersebut menjadi perlambang dan ciri masyarakat tertentu, baik itu suku maupun ras. Sehingga tidak heran jika setiap suku memiliki identitas berupa simbol.
Makna Kembar Mayang
Tulisan diawal, masyarakat terbentuk dari simbol, salah satu simbol yang lahir di masyarakat yakni Kembar Mayang. Simbol tersebut biasanya ada pada acara pernikahan yang melambangkan cita-cita, harapan, dan tujuan berumah tangga.
Adapun bentuk Kembar Mayang berupa gunungan, terbuat dari Janur atau daun muda pohon kelapa. Lalu dibentuk beragam simbol lain seperti bunga, kincir, burung maupun keris.
Bahan Kembar Mayang terbuat dari janur, memiliki makna tersendiri yakni berasal dari kata “Jaa Nur” berarti datangnya cahaya. Sehingga acara pernikahan suatu simbol datangnya cahaya, ia akan mengawali dan harapannya akan diberikan ketenangan dan menjadi penerang.
Era dulu, jika seseorang berkeinginan menjadi Senopati, ketika hendak menuju medan perang maka akan dikalungkan janur kuning di lehernya. Hal ini mengandung arti bahwa tekad yang kuat, suci dan menjadi cahaya kemenangan.
Sehingga janur kuning tidak dapat lepas dari kebudayaan masyarakat Jawa, janur senantiasa dipertahankan dalam berbagai acara. Baik acara pernikahan, hajatan lain yang berkaitan dengan ritual agama maupun budaya.