BARISAN.CO – Masyarakat Indonesia termasuk gemar menjalankan tarekat dan terlebih mengikuti aliran tarekat. Tarekat sebagai jalan yang tempuh seseorang untuk senantiasa mendekatkan diri kepada Allah Swt. Salah satu aliran tarekat yang banyak diikuti yakni Tarekat Qadiriyah wa al-Naqsabandiyah. Bagaimana sejarah kemunculan Tarekat Qadiriyah wa al-Naqsabandiyah di Indonesia?
Sejarah nama Tarekat Qadiriyah wa al-Naqsabandiyah diambil dari dua tokoh sufi terkenal yakni Syekh Abdul Qadir Al-Jailani dan Baha al-Din Naqsabandi.
Jadi kemunculan Tarekat Qadiriyah wa al-Naqsabandiyah diambil dari dua aliran. Tarekat Qadiriyah yang diambil dari nama pendirinya Syekh Abdul Qadir Al-Jailani. Sedangkan nama Naqsabandiyah, dari tokoh sufi Baha al-Din Naqsabandi..
Tarekat Qadiriyah berasal dari ajaran-ajaran khusus yang diberikan Nabi Muhammad Saw kepada Ali bin Abi Thalib. Karena Syekh Abdul Qadir Al-Jailani dari jalur nasabnya sampai kepada Rasulullah. Jalur ayahnya sampai kepada Hasan, dan dari ibunya sampai kepada Husain. Sedangkan Hasan dan Husain sendiri merupakan putra dari Ali bin Abi Thalib.
Sedangkan Naqsabandiyah merupakan ajaran-ajaran Rasulullah yang disampaikan khusus kepada para sahabat Nabi. Karakter tarekat ini memiliki enam pokok ajaran yakni bersikap zuhud, takwa, pengasingan diri (uzlah), dan qanaah.
Pendiri
Sejarah Tarekat Qadiriyah wa al-Naqsabandiyah didirikan Ahmad Khatib ibn Abd Al-Ghaffar Sambas. Ia merupakan seorang tokoh ulama asal Indonesia, namun bermukim di Makkah pada pertengahan abad kesembilan belas.
Syekh Ahmad Khatib ibn Abd Al-Ghaffar Sambas lahir di Sambas Provinsi Kalimantan Barat. Lahir pada bulan shafar 1217 atau tahun 1803 M. Ayahnya bernama Abdul Ghaffar bin Abdullah bin Muhammad bin Jalaluddin.
Tarekat Qadiriyah wa al-Naqsabandiyah merupakan merupakan satu-satunya tarekat yang didirikan oleh orang Indonesia. Syekh Ahmad Khatib berasal dari Sambas, Kalimantan Barat dan tinggal lama di Makkah sampai wafat di sana pada tahun 1875.
Syekh Akhmad Khatib belajar berbagai macam ilmu-ilmu ke-Islaman di Makkah. Oleh karena kepintaran dan kemampuannya yang luar biasa ia menjadi ulama besar dan mengajar di Masjid Al-Haram.
Sehingga ia sangat di hormati kalangan masyarakat Arab saat itu. Muridnya tidak hanya dari kalangan masyarakat arab. Namun juga masyarakat Indonesia sendiri terutama para jamaah haji dan mereka yang ingin berlajar di Makkah.
Sebagai guru tarekat, ia pun mengangkat khalifah yakni pemimpin yang melanjutkan estafet ajaran tarekat. Tentu saja khalifah tersebut diambil dari murid-muridnya yang memiliki kemampuan spiritual dan intelektual. Akan tetapi dalam ajaran Tarekat seorang syekh atau guru memiliki kewenangan.
Di antara murid Syekh Ahmad Khatib yang menonjol yakni Syeikh ‘Abd al-Karim dari Banten, Syeikh Ahmad Hasbullah ibn Muhammad dari Madura, dan Syeikh Tolha dari Cirebon.
Ketiga murid teladan Syekh Akhmad Khatib inilah yang menjadikan Tarekat Qadiriyah wa al-Naqsabandiyah berkembang pesat di Indonesia. Terutama perkembangannya cepat di pulau Jawa dan Madura.
Selain berkembang di Indonesia, perkembangannya yang mencapai beberapa negara tetangga, terutama Malaysia, Singapura, dan Brunei Darussalam. Hal ini tidak dapat lepas dari peran dan jasa para khalifah atau pemimpin tarekat.
Proses penyebarannya yang khas, sebagai gerakan spiritual, telah membentuk pola ideologis para pengikut Jamaah tarekat Qadiriyah wa al-Naqsabandiyah. Memiliki warna tersendiri Qadiriyah wa al-Naqsabandiyah menjadi salah satu aliran tarekat yang sangat terkenal, di Indonesia.