Sekali lagi “thuri sinin(a)” adalah isyarat kepada masa syariat Musa a.s. dan munculnya sinar tauhid di muka bumi setelah sekian lama bumi ini diwarnai era keberhalaan.
Nabi-nabi setelah Nabi Musa a.s. selalu menyerukan kepada kaum masing-masing untuk senantiasa berpedoman kepada syariat tersebut sampai datang Nabi Isa a.s.
Kemudian setelah lama berlalu kaum Nabi Isa a.s. dilanda oleh penyakit rohani sebagaimana yang telah melanda umat-umat terdahulu, seperti perselisihan dan perpecahan dalam agama, menghapus sinar agama dengan berbagai bentuk bid’ah, dan menyembunyikan esensi dengan takwil, serta mencipta ajaran baru yang sama sekali tak berakar.
Allah Swt. pun menganugerahkan kepada manusia sebuah babak baru yang menghapus sejarah kelam masa silam, sejarah penuh kebodohan, dengan menghadirkan Muhammad Saw. di Makkah, yang diisyaratkan sebagai “baladil-amin(i)”.
Itulah “kota yang aman”, yang tak diragukan lagi mengarah pada kota Makkah, tempat Muhammad Saw. sebagai penutup para nabi, lahir dan menerima panggilan Tuhan di sana.
Kota Makkah sedemikian disucikan. Kalau kita runut dari sejarah, seperti paparan Dr. Husain Mu’nis, pada zaman jahiliah pun sifat kesucian Makkah sangat dihormati, lantaran ada Ka’bah. Tidak boleh ada peperangan di sekitarnya.
Tetapi di kota ini juga, dengan segala hubungan sucinya, Nabi Muhammad Saw. dikejar dan diusir oleh penduduknya, dan berhijrah ke Yatsrib. Dan untuk sementara Makkah pernah menjadi ajang penyembahan berhala dan perbuatan dosa. Ada kontras: yang baik dan yang buruk.
Namun demikian, apa pun itu, Makkah tetaplah sebagai tempat berpijarnya api Islam. Makkah adalah “wa hadzal-baladil-amin(i)”. Allah Azza wa Jalla menyifatinya dengan al-amiin.
Syahdan, dengan membicarakan sekilas simbol-simbol itu, sudah jelas bahwa semua ini mengacu pada cahaya Allah atau wahyu, yang menawarkan tujuan yang paling mulia kepada manusia, sebagai pedoman hidup.
Ayat 1 hingga ayat 3 mengarahkan perhatian kita pada kesatuan etika fundamental yang mendasari ajaran-ajaran yang sejati dari keseluruhan tiga fase sejarah agama monoteis. Yang secara kiasan dipersonifikasikan oleh Nabi Musa a.s., Nabi Isa a.s., dan Nabi Muhammad Saw. [Ardi Kafha]