Gaya Hidup

Kenapa Kita Menangis Saat Menonton Film?

Anatasia Wahyudi
×

Kenapa Kita Menangis Saat Menonton Film?

Sebarkan artikel ini

Memang apa salahnya kalau air mata kita berlinang saat menonton film?

BARISAN.CO – Saya masih ingat betul pertama kali menangis karena menonton film India “Rishtey” saat masih SD. Saat itu, saya ditertawakan karena dianggap terlalu cengeng.

Bahkan, beberapa tahun lalu, saat nobar (nonton bareng) teman-teman, tidak ada yang menyangka saya bisa menangis. Ya, mungkin karena saya dipandang sebagai orang yang galak dan judes.

Namun sebenarnya, ada banyak penyebab kita berlinang air mata. Entah itu karena film sedih, berita kematian, atau mengiris bawang bombay. Itulah sebabnya mata Anda menghasilkan antara 15 hingga 30 galon per tahun, menurut American Academy of Ophthalmology.

Air mata sendiri diproduksi oleh kelenjar lakrimal di atas mata. Cairan ini terdiri dari garam dan air, yang membantu menjaga permukaan mata tetap terlumasi dan sehat. Maka, tak mengherankan jika air mata berasa asin.

Disebut-sebut, ada beberapa faktor berperan dalam kecenderungan seseorang untuk menangis. Perbedaan gender dalam tangisan, misalnya, telah dieksplorasi selama beberapa dekade dan di seluruh dunia, dan semua penelitian mmenyimpulkan, perempuan menangis lebih banyak ketimbang laki-laki.

Sementara, di tahun 1980-an, ahli biokimia, William H. Frey, Ph.D., menemukan, perempuan menangis rata-rata 5,3 kali sebulan, sedangkan pria menangis rata-rata 1,3 kali per bulan, dengan tangisan didefinisikan sebagai apa saja mulai dari mata lembab hingga isak tangis.

Sebuah studi terhadap orang-orang di 35 negara menemukan, perbedaan antara seberapa sering laki-laki dan perempuan menangis mungkin lebih terlihat di negara-negara yang mengizinkan kebebasan berekspresi dan sumber daya sosial yang lebih besar, seperti Chili, Swedia, dan Amerika Serikat. Sedangkan, Ghana, Nigeria, dan Nepal dilaporkan memiliki tingkat air mata yang sedikit lebih tinggi untuk wanita (Penelitian Lintas Budaya, 2011).

Penulis studi utama Dianne Van Hemert, Ph.D., seorang peneliti senior di Organisasi Belanda untuk Riset Ilmiah Terapan mengatakan, orang-orang di negara-negara kaya mungkin menangis lebih banyak karena mereka hidup dalam budaya yang mengizinkannya, sementara orang-orang di negara-negara miskin, tidak melakukannya karena norma budaya yang tidak menyukai ekspresi emosional.

Sementara, artikel Conversation yang ditulis oleh Debra Rickwood dari University of Canberra mengungkapkan, jika kita menangis saat menonton film, itu kemungkinan tanda bahwa kita memiliki emosional yang kuat.

Disebutkan, Neuroscientist Paul Zak telah mempelajari efek dari cerita yang menarik menunjukkan, menontonnya dapat menyebabkan pelepasan oksitosin. Zat ini terkenal karena perannya dalam persalinan dan menyusui, meningkatkan kontraksi selama persalinan dan merangsang saluran susu. Ini juga dilepaskan sebagai respons terhadap kontak fisik yang positif – berpelukan, berciuman, keintiman seksual, dan bahkan mengelus hewan – serta melalui interaksi sosial yang positif. Akibatnya, itu disebut “hormon cinta”.

Sebagai makhluk sosial, kelangsungan hidup kita bergantung pada ikatan sosial, dan oksitosin sangat penting. Yang dapat membantu kita untuk mengidentifikasi dan terikat dengan pengasuh penting dan kelompok sosial pelindung kita. Sedangkan, menurut ahli saraf, Robert Froemke, oksitosin memiliki dampak yang lebih luas dan bertindak sebagai “pengatur volume”, memperkuat aktivitas otak terkait dengan apa pun yang sedang dialami seseorang.