Pilkada serentak 2024, terjadi gempa politik di tingkat nasional yang ditandai terganggunya korelasi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dengan Anies Baswedan
Oleh: Imam Trikarsohadi
(Dewan Pakar Pusat Kajian Manajemen Strategik)
MENJELANG Pilkada serentak 2024, terjadi gempa politik di tingkat nasional yang ditandai terganggunya korelasi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dengan Anies Baswedan yang kemudian memantik aneka macam reaksi.
Lalu mundurnya Ketua Umum Partai Golkar Arilangga Hartarto yang tentu menyodorkan misterinya tersendiri, dan prediksi maupun spekulasi akan ada guncangan serupa di partai-partai lainnya.
Hal -hal tersebut mengindikasikan ada skenario besar yang sedang digulirkan, dan berarti konstelasi Pilkada akan berproses secara dramatis, anomali, dan penuh faktor kejutan. Persaingan pun akan sangat ketat, perlu napas panjang dan tidak boleh cengeng.
Konsekuensinya, para kandidat tidak boleh berdalih “wait and see” untuk menunggu sampai suatu perubahan terjadi.
Kandidat harus memasang kuda-kuda sekuat-kuatnya dan mengadopsi pendekatan baru guna menyiasati berbagai kemungkinan yang dapat saja terjadi.
Sebab itu, diperlukan analisis dan diagnosis yang tepat menyangkut berbagai perubahan dalam sistim dan situasi.
Kata kuncinya, belajarlah dari pengalaman dan perubahan lingkungan yang terjadi, buatlah perencanaan yang baik dan terapkan strategi yang tepat untuk memenangkan persaingan. Ihwal hasil survei, jadikan salah satu rujukan, tapi bukan patokan utama.
Anomali realitas politik, baik sebab dominasi penguasa, perilaku elite parpol yang acapkali gontai dan kagetan, maupun pragmatisme akut dikalangan konstituen, seperti menandaskan bahwa para kandidat semakin ditantang untuk cakap dan trampil dalam membaca peta kekuatan dan kelemahan dari lawan politiknya, kemudian mengoptimalkan kesempatan untuk meraih kemenangan yang disediakan dengan melihat kepada berbagai resiko yang akan dihadapi.
Tentunya dengan melihat kepada peta kekuatan dan kelemahan diri sendiri sebagai dasar pijak untuk merebut peluang atau kesempatan yang disediakan guna keluar dari persaingan dan muncul sebagai pemenang.
Yang perlu dicatat pula adalah realitas bahwa dampak pemasaran politik bersifat resiprokal artinya politik mempengaruhi pemasaran yang pada akhirnya fungsi pemasaran akan mempengaruhi opini untuk membangun dukungan politik.
Sebab itu, para kandidat pilkada 2024 dituntut memahami market atau pasar politik, yakni para pemilih, beserta kebutuhan dasar mereka serta aspirasi dan konstituensi yang ingin kandidat representasikan.
Dalam prosesnya,marketing politik tidak terbatas pada kegiatan kampanye politik menjelang pemilihan, namun juga mencakup even-even politik yang lebih luas dan jika menyangkut politik pemerintahan bersifat sustainable dalam rangka menawarkan atau menjual produk politik dan pembangunan simbol, citra, platform, dan program-program yang berhubungan dengan publik dan kebijakan politik.
Tujuannya adalah guna menanggulangi rintangan aksesibilitas; memperluas pembagian pemilih; meraih kelompok sasaran baru; memperluas tingkat pengetahuan publik; memperluas preferensi program kandidat; serta memperluas kemauan dan maksud untuk memilih.
Apa boleh buat, oleh sebab ekses polarisasi Pilpres, maka proses Pilkada serentak 2024 menjadi akrobatik, terjal dan menguras banyak energi.
Ini bukan pilkada biasa – biasa saja, maka jika ingin memenangkan kontestasi diperlukan persiapan yang ekstra. []