Tanaman nilam tumbuh di negara tropis. Minyak nilam banyak digunakan dalam industri wewangian. Indonesia merupakan produsen utama minyak ini
BARISAN.CO – Selama beberapa tahun terakhir, Perancis memegang gelar sebagai produsen dan eksportir wewangian terbesar dunia. Tahun lalu, Prancis mendominasi perdagangan parfum internasional. Nilainya mencapai US$59,9 miliar atau 29,2 persen dari total ekspor parfum.
Bisa dikatakan, Prancis menjadi referensi dunia berkat ahli parfum yang berbakat, budidaya tanaman parfum, dan pabrik penyulingan bahan bakunya.
Brand terkenal, seperti Christian Dior, Hermes, dan Chanel, rasanya tidak asing bagi pecinta parfum mewah. Brand tersebut juga mendominasi pasar wewangian mewah. Sebagian besar, rumah mode di Prancis telah mengembangkan parfum sendiri.
Alasannya karena ekonomi. Rumah mode kelas atas biasanya terdaftar sebagai Haute Couture. Istilah ini berasal dari bahasa Perancis, haute artinya tinggi atau elegan sedangkan couture secara harfiah artinya menjahit. Di sisi lain, konon kegiatan ini umumnya mahal dan cenderung tidak menguntungkan.
Oleh karenanya, parfum dapat menyediakan dana untuk membiayai Haute Couture dalam rangka menopang citra. Agar sukses, parfum harus diluncurkan oleh merek dengan citra yang kuat.
Alasan lainnya adalah agar dapat menjangkau lebih banyak konsumen. Kebanyakan orang konon lebih mampu membeli parfum ketimbang gaun dari peragaan busana terbaru. Sehingga, rumah mode menjadikan kesempatan ini untuk menjangkau pelanggan baru, yang mungkin hari ini membeli parfum, tetapi besok mungkin membeli tas tangan.
Namun, ada hal menarik dari industri parfum ini. Yakni, Indonesia adalah salah satu negara pengekspor minyak nilam (patchouli oil) terbesar di dunia. Ini dikarenakan, minyak nilam di Indonesia telah mendapat pengakuan internasional.
Tanaman nilam tumbuh di negara tropis. Minyak nilam banyak digunakan dalam industri wewangian. Indonesia merupakan produsen utama minyak ini. Lebih dari 90 persen volume global minyak nilam diproduksi oleh Indonesia.
Ekonom, Lukman Hakim mengakui, Indonesia belum memiliki kemampuan untuk produksi wewangian sendiri.
“Diantaranya, teknologi, branding product, network, dan marketing,” kata Lukman pada Minggu (4/9/2022).
Meski begitu, ironi lainnya termasuk dialami petani.
“Biasanya, petani adalah mata rantai terlemah dalam bisnis ini. Walau ada keuntungan yang dinikmati petani, namun cuma beberapa persen dan memang harus diteliti lagi,” lanjutnya.
Ketimbang ekspor bahan baku, Lukman menyarankan agar mendorong minyak nilam ke skala industri parfum. [rif]