“Jadi, ridho suami saya itu menjadi tanggung jawab juga. Saya tidak boleh leha-leha. Saya harus menunjukkan performa terbaik seperti sekarang ini untuk membalas kebaikan atas kerelaannya memberikan ijin,” tambah peraih penghargaan Academic Leader Award untuk Dosen sebagai Academic Leader pertama bidang sains dari Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi tahun 2018 ini.
Selama menuntaskan pendidikan di Jepang, Fitri mengaku ia menjalankannya dengan perasaan tenang. Fitri menceritakan saat dia berada di Jepang dan anaknya terbentur kepalanya hingga berdarah, suaminya tidak menghubunginya karena menganggap itu masih bisa diatasi sendiri. Inilah yang membuat Fitri takjub dengan kedewasaan dari suaminya.
Jika kebanyakan laki-laki merasa rendah diri ketika isterinya sukses, berbeda dengan suaminya. Fitri menuturkan banyak teman-teman dari suaminya yang membahas tentang berbagai kemungkinan dampak negatif yang bisa terjadi nantinya. Namun, suaminya menanggapi hal itu dengan santai karena masih menjadi kepala rumah tangga.
“Jadi kadang kalau saya ada high-load di lab atau di kampus, ngurusin dokumen apa itu diantar, ditungguin, dia tidur, saya ngerjain. Itu yang saya sebut support system itu. Makanya, tadi kenapa bisa sukses, saya pikir ini bukan kerjaan saya sendiri dan support di belakang itu jauh luar biasa,” tutur Fitri.
Orang-orang mungkin beranggapan hanya Fitri yang bekerja hingga bisa sukses, tapi ia menyebut tanpa ada kontribusi dukungan dari suaminya, ia tak mungkin bisa melangkah sejauh ini.
Sama halnya dengan anaknya yang kini telah duduk di bangku kuliah. Sebab sejak kecil sudah ditinggal Fitri ke luar negeri, anaknya menjadi mandiri dan sudah mampu mengambil keputusan.
“Hal yang perlu didiskusikan, dia diskusikan. Itu juga yang mungkin membuat saya itu tenang bekerja itu,” ucap Postdoctoral di Shinsu University ini.
Fitri menyampaikan kepada keluarganya bahwasanya di kampus, ia bukan hanya pengajar, tetapi juga ketua prodi. Ia memiliki banyak tanggung jawab di luar rumah. Setiap kali ada kesempatan untuk promosi atau riset, Fitri selalu meminta nasehat suaminya.
“Kata suami saya, Tuhan sudah menitipkan berbagai kompetensi, kemampuan dan ilmu kepada saya, jika hanya berguna bagi keluarga itu akan sangat disayangkan. Akhirnya, saya berpikir untuk mewakafkannya. Kalau suami saya selalu bilang sebaik-baiknya umat itu yang banyak bermanfaat bagi sesama,” ujar Fitri.
Sehingga, meski rasa lelah terkadang muncul ketika ada yang memintanya berbagi pengalaman dan ilmu, Fitri tak pernah menolaknya. Dia berharap banyak orang yang akan terinspirasi dengan pengalamannya.