BARISAN.CO – Koran Kompas memasang foto Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang tidak ada kaitannya dengan pemberitaan. Judul berita, “Korupsi Bukan Lagi Kejahatan Luar Biasa,” yang berisi tentang daftar 23 narapidana tindak pidana korupsi yang mendapatkan pembebasan bersyarat.
Foto Anies Baswedan di judul Korupsi Bukan Lagi Kejahatan Luar Biasa sekan-akan Koran Kompas berupaya mempresepsikan dan memasukan sugesti kepada para pembaca bahwa Anies beranggapan bahwa saat ini korupsi bukan kejahatan luar biasa.
Sebagaimana diketahui bahwa Kompas merupakan barometer media nasional bahkan internasional. Melalui kekuatan media dan kapital yang besar berusaha memberikan persepsi kepada para pembaca bahwa Anies layak jadi sasaran tembak.
Salah satu fungsi media yakni membentuk opini publik, melalui kemasan judul dan foto yang tidak relevan kompas berusaha mempengaruhi persepsi masyarakat.
Kompas sebagai media yang hingga kini tetap eksis, jika dibandingkan media berbasis koran cetak yang sudah banyak gulung tikar. Maka kompas memiliki kekuatan besar untuk mengkonstruksi dan bahkan mendekotruksi realitas melalui pembentukan opini publik, apalagi era sekarang seiring perkembangan media sosial.
Sehingga kekuatan besar media online dan cetak Kompas dan didukung kekuatan besar media sosial menjadi alat yang kuat untuk menjatuhkan kredibilitas dan integritas Anies Bawedan. Kompas seolah menyisipkan pesan terselubung bahwa Anies Baswedan adalah orang yang korup, namun pada kenyataannya justru Anies membantu KPK. Jelas hal ini sangat bertolak belakang.
Apalagi saat ini Indonesia sedang mengalami keterbelahan sosial kemasyarakatan dan isu-isu agama yang makin enak untuk digoreng. Hal ini jadi sasaran empuk Kompas untuk mendulang pundi-pundi rupiah.
Kompas Memperjelas Posisi
Menanggapi hal tersebut, Pembina DPP ABRI-1, Asyari Usman menyampaikan bahwa Koran kompas telah memperjelas posisinya yaitu anti Islam dan benci Islam.
“Mereka, untuk kesekian kalinya, menegaskan kembali posisinya: yaitu anti-Islam, benci Islam. Kompas memperjelas misi dan keinginan mereka. Ini malah bagus. Tidak abu-abu. Begitulah seharusnya,” ujarnya.
Menurut Asyari, Anies dianggap sebagai salah satu ikon Islam politik. Dia didukung oleh umat Islam. Dan dia punya peluang untuk menjadi presiden lewat pilpres 2024.
“Karena peluang itu sangat besar, Kompas merasa perlu menyudutkan Anies dengan segala cara. Termasuk cara halus yang diboncengkan di artikel yang foto ilustrasinya tak “nyambung” itu. Targetnya: Anies jangan sampai menjadi presiden,” sambungnya.
Pemerhati Sosial Politik ini juga menegaskan bahwa Kompas tak suka Islam itu sudah ada sejak kemunculannya. Mereka memang membawa misi itu. Kalau Anda mau mengamati pemberitaan mereka tentang hal-hal yang bisa memberatkan atau memojokkan umat, pasti Anda akan temukan misi yang dimaksud. Biasanya Kompas ‘gaspol’ dalam pemberitaan, artikel, dlsb.
“Sebagai contoh, Kompas akan menurunkan liputan dari berbagai ‘angle’ kalau itu tentang penangkapan terduga teroris, tentang radikalisme, intoleransi, Islam liberal, dll. Ada juga soal guru-guru pesantren yang melakukan pencabulan yang diturunkan sebagai berita besar,” terang Asyari.
Lantas apa yang dilakukan kompas salah atau benar, Asyari Usman berpandangan bahwa Kompas tidak ada yang salah.
“Ada yang salah? Tentu tidak ada. Kompas boleh-boleh saja tak suka Islam. Itu hak mereka. Yang mungkin salah adalah ‘fairness’ mereka. Publik merasa Kompas tidak adil. Tidak fair,” jelasnya.
Asyari berpandangan bahwa orang-orang Kompas sekarang ini melihat Anies sebagai musuh yang harus dicegah dan dihadang agar tidak bisa ikut pilpres 2024.