Scroll untuk baca artikel
Blog

Orang Tua di Ponpes Gontor Diminta Tak Lapor Polisi Jika Ada Masalah, Begini Tanggapan Pakar Hukum

Redaksi
×

Orang Tua di Ponpes Gontor Diminta Tak Lapor Polisi Jika Ada Masalah, Begini Tanggapan Pakar Hukum

Sebarkan artikel ini

Pakar hukum, Andi W. Syahputra mengatakan, semua pihak dilarang untuk melakukan upaya-upaya yang bersifat menghambat apalagi dengan intimidasi tercipta akses keterbukaan informasi publik.

BARISAN.CO – Kejadian di Pondok Pesantren Modern Darussalam Gontor, Ponorogo, Jawa Timur begitu mengejutkan publik. Salah satu santri yang tewas, AM (17) tidak dilaporkan ke kepolisian karena adanya mekanisme tersendiri dalam penerimaan santri baru.

Mengutip CNN, Juru Bicara Ponpes Gontor, Noor Syahid menyebut, mekanisme itu adalah orang tua atau wali santri membuat surat pernyataan yang berisi kesanggupan tidak akan melaporkan ke kepolisian jika terjadi masalah terhadap siswa di Ponpes Gontor. Hal itu justru berbalik dengan aturan hukum yang berlaku di Indonesia.

Pakar hukum, Andi W. Syahputra mengatakan, semua pihak, baik keluarga, pondok pesantren, instansi pendidikan formal maupun nonformal dan atau perusahaan dilarang untuk melakukan upaya-upaya yang bersifat menghambat apalagi dengan intimidasi tercipta akses keterbukaan informasi publik.

“Umpamanya, pihak institusi pendidikan meminta kepada orang tua murid untuk tak melaporkan kepada instansi yang berkompeten tentang hal ihwal yang terjadi terhadap anaknya selama menjalani pendidikan di lembaga pendidikan tersebut. Begitu pula, pihak perusahaan menekan pekerja mereka untuk tak melaporkan kepada pihak mana pun selama bekerja di perusahaan,” kata Andi kepada Barisanco pada Kamis (8/9/2022).

Andi menjelaskan, sebab dengan diberlakukannya UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, yang sengaja diterbitkan oleh pemerintah yang ditujukan untuk mengatur hal ihwal informasi yang berkaitan dengan kepentingan umum dan negara.

Dalam penjelasannya, Andi menegaskan, keberadaan UU KIP ini sangat penting sebagai landasan hukum yang berkaitan dengan (1) hak setiap Orang untuk memperoleh Informasi; (2) kewajiban Badan Publik menyediakan dan melayani permintaan Informasi secara cepat, tepat waktu, biaya ringan/proporsional, dan cara sederhana; (3) pengecualian bersifat ketat dan terbatas; (4) kewajiban Badan Publik untuk membenahi sistem dokumentasi dan pelayanan Informasi.

Oleh karena itu perlu, Andi menegaskan, kejadian seperti di Ponpes Gontor ini seyogyanya tidak boleh ditafsirkan untuk membungkam akses orang tua kepada aparat penegak hukum atas tewasnya seorang santri.

Menurutnya, boleh jadi selepas dilakukan pertemuan dengan pihak orang tua, himbauan pengasuh pesantren dalam rangka meredam citra negatif terhadap pesantren.

“Hemat saya, mungkin hal serupa akan dilakukan oleh pengasuh pendidikan mana pun dengan alasan menjaga citra buruk lembaga pendidikan. Lantas, apakah hal tersebut dikategorikan sebagai menutup akses informasi publik?” tambahnya.

Andi mengungkapkan, secara hukum, mekanisme Ponpes Gontor dapat dikategorikan menutup akses informasi publik.

“Namun, hukum itu sendiri mesti ditafsirkan dengan mempertimbangkan kemaslahatan dan kepentingan umum. Apabila dalam rangka penegakan hukum justru bakal menimbulkan instabiltas sosial, maka penerapan hukumnya mesti dilakukan lewat retroactive justice,” ungkapnya.

Akan tetapi, Andi melanjutkan, peristiwa-peristiwa yang terjadi pada lembaga pendidikan, perusahaan maupun lembaga sosial lainnya juga merupakan sebagai bahan pertimbangan kehadiran UU tersebut.

“Salah satunya adalah informasi merupakan kebutuhan pokok setiap orang bagi pengembangan pribadi dan lingkungan sosialnya serta merupakan bagian penting untuk pengaturan hak hidup bermasyarakat,” ujarnya. [rif]