“Jadi, tak heran kalau artikel “Korupsi Bukan Lagi Kejahatan Luar Biasa” mereka gunakan secara halus untuk menggiring opini publik bahwa Anies adalah koruptor,” terangnya.
Framing Buruk dan Kebesaran Hati Anies
Polemik framing buruk yang dilakukan pihak Kompas, membuat beberapa pemimpin Kompas memberikan penjelasan kepada Anies Bawedan bahwa penempatan foto tersebut adalah kelalaian, tidak ada niat framing buruk.
“Beberapa pemimpin Kompas menjelaskan pada saya, bahwa penempatan foto itu adalah kelalaian, tak ada niat framing buruk. Memang disayangkan kesalahan mendasar seperti itu terjadi di media seperti Kompas yang pastinya memiliki mekanisme pengawasan berlapis,” tulis Anies di Facebook.
Meski atas nama dan dalih kelalian, Anies Baswedan tetap legowo menerima penjelasan Kompas. Menurut Anies, media sebagai pilar demokrasi bukannya tidak boleh berpihak. Sebaliknya, ia justru harus berpihak, pada kebenaran, keadilan, dan objektivitas. Tanggung jawab media memang berat, karena risiko dampak salah langkahnya pun besar.
Anies berharap, filosofi nama Kompas ini terus dijaga. Apabila sebuah kompas berfungsi baik, maka kita lancar dan selamat mengarungi perjalanan. Apabila jarumnya terpengaruh oleh magnet (polar), maka ia tak lagi dapat menjadi penunjuk arah.
“Saya memilih mempercayai penjelasan pemimpin di Kompas dan, walau banyak yang menyarankan, saya memilih tidak membawa masalah ini kepada Dewan Pers. Namun, saya memilih tetap menyampaikan catatan ini pada publik agar bisa menjadi pengingat bagi kita semua dalam bernegara dan berdemokrasi,” pungkas Anies.
Sungguh betapa berhati besar sosok Anies Baswedan yang masih memberikan kepercayaan kepada pihak Kompas.