Cinta universal
Rumi berpandangan bahwa cinta bukan hanya milik manusia dan makhluk hidup lainnya tapi juga semesta. Cinta yang mendasari semua eksistensi ini disebut “cinta universal”. Cinta ini muncul pertama kali ketika Tuhan mengungkapkan keindaha-Nya kepada semesta yang masih dalam alam potensial.
Keindahan cinta tidak dapat diungkapkan dengan cara apapun, meskipun kita memujinya dengan seratus lidah. Jalaludin Rumi mengatakan seorang pecinta dapat berkelana dalam cinta, dan semakin jauh pecinta melangkah, semakin besar pula kebahagiaan yang akan diperolehnya.
Karena cinta itu tak terbatas Ilahiah dan lebih besar dibanding seribu kebangkitan. Kebangkitan itu merupakan sesuatu yang terbatas, sedangkan cinta tak terbatas.
Rumi pun menggambarkan cinta sebagai “astrolabe rahasia-rahasia Tuhan” yang menjadi petunjuk bagi manusia untuk mencari Kekasihnya. Karena itu, cinta membimbing manusia kepada-Nya dan menjaganya dari gangguan orang lain.
Kata Rumi, cinta adalah astrolabe misteri-misteri Tuhan. Kapanpun cinta, entah dari sisi (duniawi) atau dari sisi (langit)-Nya, namun pada akhirnya ia membawa kita ke sana. Kadangkala cinta digambarkan
sebagai api yang melalap segala sesuatu selain sang kekasih. Karena itu, cinta Ilahi dapat menjauhkan manusia dari syirik (penyekutuan Tuhan) dan mengangkatnya ke tingkatan yang tertinggi dari tauhid.
Menurut Rumi, cinta adalah sayap yang sanggup menerbangkan manusia yang membawa beban berat ke angkasa raya, dan dari kedalaman mengangkatnya ke ketinggian, dari bumi ke bintang Tsuryya. Bila cinta ini berjalan di atas gunung yang tegar, maka gunung pun bergoyang-goyang dengan riang.
Cinta adalah penyakit
Cinta adalah penyakit, tapi ia dapat membebaskan penderitanya dari segala macam penyakit lain. Apabila penyakit cinta menimpa seseorang, maka dia tidak akan ditimpa penyakit lain, ruhaninya menjadi sehat, bahkan nyawanya adalah kesehatan, yang semua orang ingin membelinya. Demikian ia melukiskan dalam sebuah syairnya:
Perih cinta inilah yang membuka tabir hasrat pecinta;
Tiada penyakit yang menyamai duka cinta hati ini;
Cinta adalah sebuah penyakit karena berpisah, isyarat
Dan astrolabium rahasia-rahasia Ilahi.
Apakah dari jamur laut atau jamur bumi,
Cintalah yang menimbang kita ke sana pada akhirnya;
Akal kan sia-sia bahkan mengelepar tuk menerangkan cinta,
Bagai keledai dalam lumpur;
Cinta adalah sang penerang cinta itu sendiri.
Bukankan matahari yang menyatakan dirinya matahari,
Perhatikanlah ia! Seluruh bukit yang kau cari ada di sana.
Jalaluddin Rumi mengatakan bahwa cinta adalah penyembuh bagi kebanggaan dan kesombongan, dan pengobat bagi seluruh kekurangan diri. Hanya mereka yang berjubah cinta sajalah yang sepenuhnya tidak mementingkan diri.
Sesungguhnya, “cinta” menjadi satu-satunya kendaraan transformasi. Dalam sajaknya iaberkata :
Melalui cinta duri menjadi mawar, dan
Melalui cinta cuka menjadi anggur manis
Melalui cinta tonggak menjadi duri
Melalui cinta kemalangan nampak seperti keberuntungan
Melalui cinta penjara nampak seperti jalan yang rindang
Melalui cinta tempat perapian yang penuh abu nampak seperti taman
Melalui cinta api yang menyala adalah cahaya yang menyenagkan
Melalui cinta setan menjadi Houri
Melalui cinta batu keras menjadi selembut mentega
Melalui cinta duka adalah kesenangan
Melalui cinta hantu pemakan mayat berubah menjadi malaikat
Melalui cinta sengatan adalah seperti madu
Melalui cinta singa adalah sejinak tikus
Melalui cinta penyakit adalah kesehatan
Melalui cinta sumpah serapah adalah seperti balas kasih
Cinta tak bertepi
Cinta seperti samudera yang tak bertepi, meskipun gelombangnya adalah darah atau api. Pecinta, ketika berenang-renang di sana, seperti ikan yang bersuka ria, berapapun banyaknya ikan itu meminum airnya, maka samudera itu pun tak akan pernah berkurang airnya, karena samudra itu awal dan sekaligus akhir segalanya.
Cinta dapat pula seperti sungai yang airnya sangat deras yang dapat mencuci bersih segalanya. Jika cinta dapat membersihkan dengan api, maka cinta pun dapat membersihkan dengan air.
Sesungguhnya cinta merindukan mereka yang kotor, supaya cinta dapat membersihkan noda-noda mereka. Cinta juga dapat dipandang sebagai pohon, sedangkan para pecinta sebagai bayang-bayangnya yang bergerak ketika dahan dan ranting pohon tersebut bergerak-gerak. Dahan dan rantingnya ada
dalam pra keabadiaan, sedang akarnya dalam keabadian. Pohon tersebut tidak memiliki awal atau akhir di dunia waktu dan ruang.
Jalaludin Rumi membuat persamaan yang sekilas bahwa cinta itu seperti tumbuhan menjalar yang sepenuhnya mengitari pohon (manusia natural) yang menutupi pohon itu sampai kerantingnya yang terakhir, sehingga pada akhirnya yang ada hanyalah cinta.
Cinta bisa tampil sebagai kekuatan feminim, sebab ia adalah ibu yang melahirkan umat manusia. Cinta adalah Maryam praabadi, yang mengandung berkat ruh suci, seorang ibu yang merawat anaknya dengan lembut.
Cinta adalah anggur dan sekaligus pelayan minuman, dan minumannya racun sekaligus obat penawar. Ia adalah anggur keras dan membawa manusia ke keabadian. Akibat anggur seperti itu,” setiap orang merasa kepanasan sehingga pakaiannya tampak terlalu ketat dan kemudian dia melepaskan penutup kepalanya dan membuka ikat pinggangnya”. Pecinta terisi anggur cinta, bahkan pecinta menjadi botol atau piala cinta itu sendiri.
Kemabukan cinta
Demikianlah Maulana Jalaludin Rumi dalam memperingkatkan pembacanya agar ingat bahwa orang yang tidak mabuk itu tercela dihadapan jemaah cinta. Pada saat sampai pada puncak kemabukan cinta, maka terjadilah perkawinan jiwa yang menggambarkan persatuan mistik.
Dalam persatuan inilah perbedaan antara pecinta dan kekasihnya sirna oleh perubahan ke dalam hakikat cinta universal. Dengan indahnya, Rumi menggambarkan perkawinan jiwa itu dalam sebuah syairnya :
Bahagia pada saat itu, ketika kita duduk
Bersanding dipelataran istana, Kau dan aku
Dalam dua bentuk, dalam dua tubuh, tapi satu jiwa,
Kau dan aku……..
Kau dan aku, yang tak lagi saling menyendiri,
Kau hanyut dalam ekstase tiada bandingnya lagi ……
Di satu tempat di mana kita bergerak mesra, Kau dan aku
Sungguh menakjukkan, bahwa Kau dan aku duduk di sini,
Pada sudut taman yang sama,
Berada pada saat yang sama berada di Irag dan Khurasan jua,
Kau dan aku.
Konsep cinta Jalaludin Rumi dapat terungkap dalam karya-karyanya baik yang berbentuk puisi maupun prosa. (Lk)