Scroll untuk baca artikel
Edukasi

Konsep Kebahagiaan Perspektif Orang Beriman

Redaksi
×

Konsep Kebahagiaan Perspektif Orang Beriman

Sebarkan artikel ini

عجَبًا لِأَمر المُؤمِن إِنَّ أمرَه كُلَّه له خير، وليس ذلك لِأَحَد إِلَّا لِلمُؤمِن: إِنْ أَصَابَته سَرَّاء شكر فكان خيرا له، وإِنْ أَصَابته ضّرَّاء صَبَر فَكَان خيرا له

“Sangat mengagumkan sekali perkara seorang mukmin itu. Semua keadaannya itu merupakan kebaikan baginya, dan yang demikian itu tidak  terdapat kecuali pada orang Mukmin. Apabila dia mendapatkan kelapangan hidup, ia pun bersyukur, maka hal itu adalah kebaikan baginya. Apabila dia ditimpa oleh kesulitan (musibah), ia pun bersabar dan hal ini pun merupakan kebaikan baginya.” (HR. Muslim)

BARISAN.CO – Martin Seligman, seorang tokoh psikologi positif pernah berkata: “Kita berada sekarang ini di tengah-tengah wabah depresi, wabah dengan akibat fatal bunuh diri, yang menyebabkan kematian yang sama banyaknya dengan kematian karena AIDS dan lebih menyebar. Depresi yang parah sepuluh kali lebih banyak terjadi sekarang ini daripada 50 tahun yang lalu. Depresi menyerang perempuan dua kali lebih sering dari lelaki, dan sekarang menyerang sepuluh tahun  lebih muda daripada generasi sebelumnya.”

Pernyataan Seligman cukup memberikan ilustrasi tentang fenomena psikologis mengenai tingkat kesusahan yang berujung pada depresi, kemudian kematian lewat bunuh diri.

Sebagaimana orang yang terkena HIV AIDS mengalami depresi, namun mereka tidak banyak yang berujung kepada Tindakan nekat bunuh diri. Kesusahan adalah fenomen kejiwaan yang dirasakan seiring dengan keputusasaan, oleh karenanya bunuh diri adalah “obat” paling manjur menurut para penderita depresi itu.

Orang yang menderita depresi akan merasakan gejala; suasana hati yang murung dan suram, kehilangan minat terhadap hobi atau aktivitas lain yang sebelumnya disukai, perubahan berat badan, gangguan tidur, sering merasa lelah dan kurang berenergi, selalu merasa bersalah dan tidak berguna, sulit berkonsentrasi, dan kemudian (pada tahap kronis) memiliki kecenderungan untuk bunuh diri.

Menderita depresi adalah titik berlawanan dengan keadaan yang baik atau kebahagiaan, bagaimanapun kekayaan kita.

Bagaimana memahami konsep kebahagiaan?

Kebahagiaan dapat dipahami sebagai keadaan emosional yang subjektif dan positif yang ingin dipertahankan oleh orang-orang. Dapat dikatakan juga bahwa kebahagiaan adalah tujuan utama kehidupan manusia. Dogma ini tampaknya memiliki penerimaan universal; namun, ada beragam ideologi tentang cara mencapainya.

Apakah ada ilmu di balik perasaan subjektif dan abstrak ini? Ahli biologi evolusi percaya bahwa umat manusia berkembang melampaui kebutuhan kelangsungan hidup primitif karena otak manusia berevolusi secara struktural. 

Tentu struktur otak manusia yang canggih memungkinkan manusia untuk maju dari keberadaan nomaden ke peradaban, dari berburu ke pertanian dan dari rencana konkret ke ide abstrak. Pada puncak evolusi, otak kita memiliki kapasitas untuk menciptakan pengalaman-pengalaman menyenangkan yang sebenarnya tidak memiliki keberadaan yang konkrit (bukan psikosis).

Anda kenal Stephen Hawkins? Ketika ia ditanya tentang penyakit saraf motoriknya mengatakan “Saya lebih bahagia sekarang daripada sebelum saya mengembangkan kondisi tersebut. Saya beruntung bisa bekerja di bidang fisika teoretis, salah satu dari sedikit bidang di mana disabilitas bukanlah cacat yang serius.” Betapapun buruknya kehidupan,” jelasnya, “selalu ada sesuatu yang dapat Anda lakukan, dan berhasil”.

Itu pernyataan yang luar biasa menurut saya, beberapa orang mungkin kurang bersyukur dengan kesempurnaan tubuhnya, keberadaan ekonominya, kemewaan sekitarnya, kelengkapan keluarganya. Kemudian mereka lebih banyak mengeluh dan ambisius ingin mencapai yang lebih tinggi tanpa pijakan yang benar, kemudian gagal berakhir dengan depresi.