Scroll untuk baca artikel
Terkini

Kupas Tuntas Pasal-pasal Problematis RUU EBET: Soal Nuklir, Power Wheeling, Hingga Biomassa

Redaksi
×

Kupas Tuntas Pasal-pasal Problematis RUU EBET: Soal Nuklir, Power Wheeling, Hingga Biomassa

Sebarkan artikel ini

RUU EBET dinilai melenceng dari semangat awal mengganti energi fosil dengan energi terbarukan.

BARISAN.CO Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Terbarukan (RUU EBET) sudah memasuki tahap penetapan usul di Senayan. Artinya, akan ada satu tahap lagi, yaitu tahap pembahasan, sebelum akhirnya RUU ini disahkan.

Namun, dalam draf RUU yang bisa diakses, tampak masih ada poin-poin serta kalimat janggal yang mengusik rasa ingin tahu publik.

Kejanggalan draf RUU tersebut belum termasuk sekian typo maupun kata yang tak sesuai kaidah Bahasa Indonesia.

Secara umum, beberapa isu yang tergolong kontroversial dalam draf RUU tersebut adalah tentang power wheeling, pemanfaatan nuklir, gasifikasi batubara, dan lain-lain termasuk pro kontra seputar biomassa. Berikut ringkasan isu-isu problematik seputar RUU EBET.

Soal Dihapusnya Skema Power Wheeling

Power wheeling adalah skema yang membolehkan perusahaan swasta atau Independent Power Producers (IPP) membangun pembangkit listrik dan menjualnya ke pelanggan rumah tangga dan industri.

Mulanya, skema ini masuk dalam daftar inventarisasi masalah RUU EBET, namun belakangan skema ini dicabut oleh pemerintah. Pasal-pasal tentang power wheeling dihilangkan.

Sebagian publik menganggap keputusan pemerintah tersebut sudah tepat. Sebab, power wheeling tidak sesuai dengan Pasal 33 Ayat 2 UUD ‘45, yang menyebut bahwa cabang produksi yang menyangkut hajat hidup orang banyak hanya boleh diatur Negara. Swasta tidak boleh ikut campur.

Namun terjadi silang pendapat antara pemerintah dan DPR. Sementara pemerintah mencabutnya dari RUU, DPR bersikukuh power wheeling tetap disertakan dalam RUU. DPR menilai, power wheeling adalah ruh energi baru dan terbarukan.

Secara ringkas, DPR menilai, apabila swasta dibolehkan memakai jaringan listrik negara dan memasok setrum ke rumah tangga dan industri, pengembangan energi terbarukan akan terpacu. Hal tersebut akan membantu industri dalam menurunkan emisi.

Soal Batubara yang Dianggap “Energi Baru”

Dalam Pasal 9 draf RUU EBET, tertulis gas metana batubara (coal bed methane), batubara tercairkan (coal liquefaction), dan batubara tergaskan (coal gasification) merupakan sumber “energi baru”.

Masuknya energi batubara olahan dalam RUU ini banyak mendapat respons negatif. Pemerintah dinilai berusaha mempertahankan status quo di tengah keinginan besar melakukan transisi energi.

Padahal, sudah banyak studi menunjukkan dampak negatif pemakaian batubara. Banyak pihak menyayangkan hal ini. RUU EBET dianggap melenceng dari semangat awalnya yakni mengganti energi fosil menjadi energi terbarukan.

Soal Rencana Pengembangan Nuklir

Perlu atau tidak Indonesia punya reaktor nuklir kembali jadi bahan perbincangan setelah RUU EBET Pasal 9 mencantumkan nuklir sebagai sumber energi baru. Pada titik ini publik terbelah dua.

Di satu sisi, dukungan mengalir lantaran nuklir dianggap efektif mengurangi emisi karbon. Dalam 50 tahun terakhir misalnya, menurut laporan International Energy Agency, nuklir tercatat berhasil mereduksi emisi global sampai dengan 50 gigaton CO2. Nuklir juga telah menyumbang 10% energi listrik secara global.

Di sisi berseberangan, publik menilai pengembangan nuklir memakan biaya 5 kali lebih mahal dibanding alternatif lain. Menukil laporan Greenpeace, nuklir juga dianggap tidak efisien, lamban, rentan diserang, serta menguarkan radioaktif berbahaya bagi kesehatan.

Soal Pemanfaatan Biomassa

Dimasukkannya biomassa sebagai sumber energi baru dalam RUU EBET juga dinilai kontroversial. Mengingat bahan baku utama jenis energi ini diperoleh melalui pembakaran kayu, pelet, briket, serbuk gergaji, ranting dan daun, dan lain-lain dalam jumlah besar.

Ada kekhawatiran besar bahwa pemanfaatan biomassa dapat memicu deforestasi. Pembakaran biomassa juga dapat menghasilkan emisi gas rumah kaca, seperti karbon dioksida dan metana, yang mempercepat perubahan iklim.