Scroll untuk baca artikel
Blog

Lelaki di Dalam Kendil – Cerpen Noerjoso

Redaksi
×

Lelaki di Dalam Kendil – Cerpen Noerjoso

Sebarkan artikel ini

BAJIROET !” umpat Paijo sambil membanting koran yang barusan dibacanya.  Mendengar umpatan Paijo, para pengunjung warung Kopi Yu Paijem hanya bisa saling pandang tak mengerti oleh kelakuan Paijo yang tiba-tiba marah-marah tak tahu juntrungnya tersebut.  Umpatan Paijo tersebut selain membuat kaget juga membuat penasaran seluruh pengunjung warung malam itu. 

“Ada apa tho Jo ?” tanya dulkamndi sambil menarik koran yang barusan dibaca Paijo.  Satu persatu kolom-kolom yang tersaji di koran tersebut ia eja.  Menurut lelaki penarik becak  motor itu tak satu katapun di koran tersebut yang patut dicurigai membuat pembacanya geram.

Kopine Yu !” pinta Paijo pada Yu Paijem seolah tak menggubris pertanyaan Dulkamndi serta rasa penasaran para pengunjung warung yang lain.

“Dasar wedhus budheg !” umpat Dulkamndi sembari memukulkan gulungan koran ke punggung Paijo.  Penarik becak motor itu sepertinya sangat jengkel  menaggapi ulah Paijo yang tak menggubris pertanyaannya sama sekali.  Paijo hanya tersenyum ke arah Dulkamndi sambil menikmati kopi pesanannya.  Tak sedikitpun ia marah dengan sebutan wedhus budhek yang dialamatkan kepadanya.

“”Reformasi itu khan maunya ingin memperbaiki tatanan berbangsa dan bernegara kita!  Eh kok malah sekarang ini polisi jadi mafia.  Hakin doyan korupsi.  Utang negara menggunung.  Lha kok tambah semakin ajur mumur ki piye tho!”

lagi-lagi Paijo meracau bagai orang kesurupan.  Tak ada hujan tak ada badai tiba-tiba saja Paijo memperkarakan orde reformasi yang sudah berjalan selama dua dasa warsa ini.  Mendengar perkataan Paijo yang seperti bocah kurang waras tersebut, Dulkamdi segera meraba jidat Paijo dengan punggung tangannya.  Melihat ulah Dulkamdi tersebut, spontan pengunjung warung tertawa terbahak-bahak.

Gudhel goblokAku ora nembe kesurupan ngerti ora!” jawab Paijo sambil mengibaskan tangan Dulkamdi.  Disebut sebagai Gudhel goblok, Dulkamdi justru tertawa terbahak-bahak.

“Kita ini wong cilik Jo!  Mana tahu urusan begituan?” sahut Parmin sambil mencomot tempe goreng yang barusan ditumplek ke piring saji.  Aromanya yang gurih segera menggelitik nafsu makan para pengunjung warung.  Satu per satu tangan-tangan itu mulai mencomot tempe goreng yang panasnya 11 12 dengan bara api tungku penggorengan warung Yu Paijem.  Namun begitu mereka seperti tak peduli.  Santai saja mereka melahapnya meski harus ditiup-tiup dahulu sebelum dikunyah.  Mungkin itulah seninya makan tempe panas.