Dari sisi permodalan, Capital Adequacy Ratio (CAR) perbankan Indonesia tercatat mencapai 27,69%, menjadi bantalan yang sangat kuat jika terjadi gejolak mendadak di pasar keuangan.
Di sisi lain, rasio Loan to Deposit Ratio (LDR) sebesar 83,75% menunjukkan bank masih punya ruang untuk menyalurkan kredit lebih lanjut.
Meskipun margin bunga menurun karena persaingan dalam menghimpun dana, perbankan masih mencatat Return on Asset (ROA) sebesar 2,42%, dan Return on Equity (ROE) sebesar 14,95%.
Digitalisasi menjadi salah satu penopang utama efisiensi biaya, serta mendorong pertumbuhan pendapatan berbasis non-bunga, seperti biaya transaksi digital dan jasa pengelolaan dana.
Tantangan Strategis 2025: Digitalisasi dan ESG
Tahun 2025 menjadi titik kritis transformasi sektor perbankan. Bank-bank besar maupun kecil harus memperkuat digitalisasi, tidak hanya pada produk, tetapi juga model bisnis dan manajemen risiko. Kompetisi dari fintech dan neobank semakin agresif, khususnya dalam menjangkau segmen unbanked.
Tantangan lain datang dari aspek Environmental, Social, Governance (ESG). Investor global kini lebih selektif terhadap pembiayaan yang berdampak lingkungan, sosial, dan tata kelola.
Bank-bank yang lambat mengadopsi prinsip ESG berisiko kehilangan akses terhadap pendanaan jangka panjang, baik dari pasar domestik maupun global.
Dengan inflasi yang rendah, nilai tukar relatif stabil, dan tren pelonggaran moneter, peluang pemulihan permintaan domestik masih terbuka.
Perbankan diharapkan bisa mengambil peran proaktif untuk mendorong pertumbuhan, baik melalui ekspansi kredit yang terukur maupun memperluas inklusi keuangan ke wilayah dan segmen yang belum terlayani.
Dalam konteks perekonomian nasional yang tengah menuju fase konsolidasi, sektor perbankan adalah jangkar yang menjaga keseimbangan.
Namun untuk bisa tetap relevan dan berdaya saing, perbankan Indonesia harus mampu bertransformasi dari sekadar lembaga keuangan, menjadi mitra pembangunan ekonomi yang adaptif, tangguh, dan berkelanjutan. []