Scroll untuk baca artikel
Blog

Mantan Pegawai KPK Jadi Pengacara Sambo dan Putri, Begini Tanggapan Pakar Hukum

Redaksi
×

Mantan Pegawai KPK Jadi Pengacara Sambo dan Putri, Begini Tanggapan Pakar Hukum

Sebarkan artikel ini

Andi menilai, nuansa dan faktor keadilan serta perhatian publik harus menjadi faktor dominan sebagai pertimbangan bagi advokat.

BARISAN.CO – Media sosial tengah ramai soal keputusan dua mantan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Febri Diansyah dan Rasamala Aritonang yang bergabung menjadi kuasa hukum eks Kepalala Divisi Propam Polri Irjen, Ferdy Sambo dan istrinya, Putri Candrawathi.

Keputusan itu tentu saja mengejutkan publik karena kasus yang menjerat kedua tersangka adalah kasus pembunuhan berencana atas Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J. Bahkan, tak sedikit masyarakat yang marah dan kecewa dengan keputusan tersebut.

Febri sebelumnya menyampaikan, ia dan Rasamala akan memberikan pendampingan hukum yang obyektif.

Menanggapi hal itu, pakar hukum, Andi W. Syahputra menyampaikan, pada prinsipnya, tak ada larangan seorang advokat untuk membela kliennya terutama dalam membela seseorang atas perbuatan pidana yang disangkakan terhadapnya.

“Sebab, advokat dalam menjalankan tugas profesinya terikat pada kode etik profesi advokat dan peraturan perundang-undangan,” kata Andi kepada Barisanco, Kamis (29/9/2022).

Andi menjelaskan, advokat dapat dikenai tindakan apabila melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan, sumpah/janji advokat atau kode etik profesi advokat yang tertuang dalam pasal 6 huruf e dan huruf f UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat/ UU Advokat.

Sebaliknya, menurut Andi, perbuatan menolak klien sendiri merupakan pelanggaran terhadap sumpah/janji advokat yang diatur dalam pasal 4 ayat (2) UU Advokat. Salah satu sumpah/janji yang diucapkan advokat berbunyi:

Bahwa saya tidak akan menolak untuk melakukan pembelaan atau memberi jasa hukum di dalam suatu perkara yang menurut hemat saya merupakan bagian daripada tanggung jawab profesi saya sebagai seorang advokat.”

Namun demikian, Andi mengingatkan, di dalam Kode Etik Profesi Advokat (KEAI) advokat juga dibolehkan atau bahkan diwajibkan dalam kondisi-kondisi tertentu untuk menolak perkara atau memberikan bantuan hukum kepada calon klien, atau mengundurkan diri dari pengurusan perkara kliennya.

“Tentu dalam konteks ini perbuatan pidana seperti apa yang mesti dihindari atau sebaiknya oleh advokat tidak ada penafsiran baku. Oleh sebab itu, dalam konteks kasus Sambo yang secara nyata dapat dikualifikasi sebagai perbuatan pembunuhan berencana secara sadis di luar perikemanusiaan dan telah banyak menyita waktu perhatian publik, maka siapapun advokat akan menilai bahwa kasus semacam ini harus dihindari untuk dilakukan pembelaan,” jelasnya.

Andi menambahkan, nuansa dan faktor keadilan serta perhatian publik harus menjadi faktor dominan sebagai pertimbangan bagi advokat untuk menolak jika ada permintaan Ferdy Sambo dan keluarga untuk dibeli.

“Pandangan publik yang belum utuh dalam menilai kinerja profesi advokat justru akan berdampak pada penilaian negatif atas profesi advokat. Apalagi advokat tersebut merupakan veteran dari institusi penegakan hukum yang selama ini dikenal publik sebagai pembela keadilan masyarakat,” tambahnya.

Sebelumnya, Hotman Paris menolak menjadi pengacara kasus Ferdy Sambo. Hotman khawatir akan terlibat konflik kepentingan.

Andi menyampaikan, selaku advokat senior, penolakan Hotman tersebut lebih pada nurani dan kesibukannya.

“Sebaliknya, boleh jadi, yang menerima Sambo dan keluarganya sebagai kliennya merupakan advokat yang sudah mengalami erosi moral dan butuh pekerjaan. Sehingga advokat tersebut tak memperdulikan penilaian serta rasa keadilan publik,” pungkasnya.