Scroll untuk baca artikel
Kolom

Manusia dan Naluri Berperang (Bagian 2)

Redaksi
×

Manusia dan Naluri Berperang (Bagian 2)

Sebarkan artikel ini

Dalam hal ini ayat-ayat ‘Qital’ yang diturunkan ketika Islam telah kuat, dan kota Mekah sudah ditaklukkan itu memansukh ayat-ayat pemberian maaf dan perdamaian, dan ayat-ayat yang mengandung pengertian tidak ada pemaksaan dalam agama. Selanjutnya, pemahaman tersebut membawa kepada pendapat-pendapat bahwa Islam adalah agama yang disebarluaskan dengan kekerasan melalui peperangan.

Perang, sekali lagi adalah bagian dari sikap yang berkembang dalam peradaban ketika hasrat manusia untuk berkuasa, mendapatkan penghidupan lebih baik, serta ingin menambah wilayah yang didudukinya, lebih dominan daripada akal yang menempatkan bahwa setiap manusia punyak hak yang sama untuk tinggal dan melangsungkan kehidupannya sesuai dengan apa yang dianugerahkan Tuhan kepadanya.

William Wallace menggaungkan pemberontakan untuk perang, karena hak rakyat Skotlandia untuk hidup bebas dibelenggu dan kejahatan tiran menjadikan orang yang terjajah adalah sekelompok manusia yang nilainya lebih rendah daripada sebusur anak panah.

Para agresor Belanda di Indonesia dahulu merasa bahwa negara yang maju dan kuat (Eropa) boleh melakukan apa saja demi mencari keuntungan sumber daya alam di tempat lain dengan cara menjadikannya negara koloni dan jajahannya.

Dan kini, perang bisa jadi sebuah pilihan, dalam “permainan” di atas kertas untuk dibuat tarikan garis kemana arah itu sampai pada titik dalam peta dunia. Dan “nyanyian” apa untuk memulai tabuhan genderang dan terompet perang yang dimainkan oleh dua saudara dalam satu negara.