BARISAN.CO – Fania tidak dapat menyembunyikan rasa bahagianya. Mahasiswi Universitas Indonesia itu merasa lega dengan diturunkannya level PPKM menjadi level 3. Hal ini ditambah dengan Nadiem Makkarim yang mengizinkan perkuliahan tatap muka dilaksanakan secara terbatas di daerah yang statusnya berada di level 3.
Fania menyebut pembelajaran tatap muka lebih baik. Di sisi lain, pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang sudah ia ikuti selama 4 semester ia rasa kurang efektif, apalagi ia sudah menginjak semester 5, dan banyak materi yang perlu disampaikan dengan cara yang intens.
“Diperlukan sistem pembelajaran yang mumpuni agar mahasiswa dapat fokus terhadap materi yang disampaikan. Satu-satunya cara yang tepat ya kuliah tatap muka. Dengan catatan, semua unsur civitas akademika harus divaksin terlebih dahulu,” katanya.
Seperti diketahui, saat ini banyak lokasi publik yang menerapkan kewajiban vaksin sebelum masuk ke tempat tertentu. Masalahnya adalah vaksinasi di Indonesia belum terealisasi secara merata.
Pemerintah menargetkan vaksinasi bisa dilakukan pada 181,5 juta orang. Namun, sejauh 30 Agustus 2021, total vaksinasi baru mencapai 62,62 juta penerima dosis pertama dan 35,53 juta penerima vaksin dosis penuh.
Vaksinasi Tersendat
Atha, seorang mahasiswa rantau di Universitas Sriwajaya, merasa keberatan jika pembelajaran tatap muka dilaksanakan apabila vaksinasi belum merata. Ada baiknya kampus mengundur jadwal PTM terbatas menjadi awal tahun 2022. Angka kasus Covid-19 yang naik turun juga menjadi salah satu penyebab dirinya enggan untuk mengikuti perkuliahan tatap muka.
“Masih banyak daerah yang masuk zona merah. Jika PTM diberlangsungkan pada waktu dekat ini, takutnya akan menciptakan klaster baru yang dapat membuat angka covid naik kembali. Karena kita tahu sendiri, angka covid pada saat ini trennya naik turun,” Ungkap Atha.
Selain karena vaksin yang belum merata, Atha menyebut, statusnya sebagai mahasiswa rantau membutuhkan biaya yang tidak sedikit untuk kebutuhan hidup ketika dia menetap di Palembang. Kondisi ekonomi yang belum stabil menjadi hambatan tersendiri bagi Atha untuk menghadiri pembelajaran tatap muka.
Merujuk pernyataan Mendikbudristek Nadiem Makkarim, wajib vaksin menjadi syarat utama bagi civitas akademika untuk keberlangsungan PTM. Pihak kampus juga diharuskan memenuhi protokol kesehatan yang diperlukan agar terciptanya kondisi belajar yang aman, nyaman, dan kondusif.
Jika vaksinasi dapat terus digenjot, ditambah dengan pelaksanaan PTM terbatas dapat berjalan lancar, bukan tidak mungkin sistem tatap muka akan kembali dilaksanakan secara penuh.
Tentu hal ini menjadi harapan bagi banyak mahasiswa agar perkuliahan dapat berjalan seperti kondisi sebelum pandemi merajalela. [dmr]