Oleh: Achmad Fachrudin
Akademisi dari Universitas PTIQ Jakarta
BELUM lama ini, atau tepatnya pada Kamis (1/8/2024), Bawaslu DKI Jakarta melaunching Indeks Kerawanan Pemilihan (IKP) Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI 2024. IKP ini penting untuk dicermati dan dikritisi baik untuk kepentingan peningkatan ilmu pengetahuan dan pengembangan wawasan di bidang politik, demokrasi dan Pemilihan, juga penting sebagai identifikasi, deteksi dini maupun mitigasi terhadap berbagai potensi kerawanan yang menghambat bagi terwjuudnya Pilgub DKI 2024 yang kompetitif, sehat dan demokratis.
Kesimpulan IKP versi Bawaslu DKI pada Pilgub DKI 2024 sebagai berikut: Pertama, untuk kerawanan skor tinggi (75-100) dengan menggunakan delapan indikator terdapat dua potensi kerawanan, yakni: penolakan terhadap calon tertentu serta politisasi SARA dalam kampanye. Kedua, kerawanan sedang (25-74) dengan delapan indikator terdapat tiga potensi kerawanan, yakni: pelanggaran ketentuan kampanye, pelanggaran prosedur pemungutan suara serta intimidasi Pemilih. Ketiga, kerawanan skor rendah (0-24) dengan 15 indikator, terdapat tiga isu utama yakni: pemenuhan hak pilih, prosedur pemungutan suara dan kondisi alam.
Dari enam tahapan Pilgub DKI 2024 yang dipotret Bawaslu DKI, kampanye merupakan tahapan yang memiliki tingkat kerawanan dengan skor tinggi (100). Diantara indikatornya adalah himbauan dan/atau tindakan untuk menolak calon tertentu dari tokoh/kelompok tertentu dengan isu penolakan calon. Kemudian adanya tindakan kampanye yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan dengan isu kampanye. Adanya materi kampanye yang bermuatan suku, agama dan ras, antar golongan (SARA) di tempat umum dan media sosial dengan isu kampanye SARA. Indikator lainnya yang masuk pada kategori tinggi adalah adanya materi hoaks di media sosial dengan isu Kampanye atau berita bohong.
Kerawanan Sedang dan Rendah
Selain kerawanan tinggi, tahapan kampanye ada yang berindikator sedang dan rendah. Diantaranya yang sedang, adanya kampanye di luar masa kampanye dengan isu pelanggaran prosedur kampanye (63,5), konflik antar pendukung pasangan calon dengan isu potensi konflik (37,5), laporan politik uang oleh peserta/tim sukses/tim kampanye dengan isu politik transaksional (33,33), intimidasi terhadap pemilih dalam proses pelaksanaan Pemilu/Pilkada dengan isu intimidasi pemilih (25). Sedangkan yang berskala rendah adalah materi kampanye ujaran kebencian di tempat umum dengan isu politisasi SARA (16,67) dan pelanggaran lokasi kampanye yang dilakukan oleh peserta Pemilu/Pilkada dengan isu pelanggaran prosedur kampanye (0,02).
Tahapan lainnya yang rawan adalah pengunaan hak pilih. Hasil rekaman Bawaslu DKI terhadap isu ini, seperti indikator Pemilih Pindah Memilih yang tidak dapat memberikan hak suaranya dengan isu Pemilih Tambahan, masuk kategori rendah (0,66). Yang juga skor rendah terkait dengan pemilih tidak memenuhi syarat terdaftar dalam DPT, pemilih ganda dalam DPT, pemilih memenuhi syarat tetapi tidak terdaftar dalam DPT, dan penduduk potensial memilih tetapi tidak memiliki KTP-Elektronik.
Pada tahapan pemungutan suara, Bawaslu DKI mendeteksi penghitungan suara ulang dan mobilisasi pemilih tambahan secara mendadak di hari pemungutan suara dengan isu pelanggaran prosedur pemungutan suara masuk kategori kerawanan tinggi (100). Sedangkan sejumlah indikator dan isu terkait lain yang masuk kategori rendah adalah intimidasi terhadap Penyelenggara Pemilu maupun pemilih dalam proses pelaksanaan Pemilu/Pilkada (23,08), pemungutan suara ulang di Pemilu/Pilkada (5,32), keterlambatan perlengkapan (logistik) pemungutan suara (4,93) dan adanya bencana alam yang mengganggu tahapan Pemilu/Pilkada (0,54).