BARISAN.CO – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mencatat sejumlah daerah yang memiliki endapan anggaran triliunan rupiah. Total uang Pemda yang mengendap per 17 Desember sebesar Rp159,47 triliun.
Dalam pemantauan Kemendagri itu, terdapat sepuluh pemerintah provinsi (Pemprov) yang dinilai memiliki jumlah simpanan yang cukup tinggi di perbankan, salah satunya Pemprov DKI Jakarta dengan simpanan sebesar Rp12,953 triliun.
Selain Jakarta, Provinsi Aceh memiliki jumlah simpanan sebanyak Rp4,426 triliun; Papua sebanyak Rp3,829 triliun, Jawa Timur sebanyak Rp2,751 triliun; Jawa Barat sebesar Rp2,566 triliun.
Lalu Kalimantan Timur sebesar Rp2,070 triliun; Papua Barat sebesar Rp1,947 triliun; Riau sebesar Rp1,426 triliun; Sumatera Utara sebesar Rp1,128 triliun; dan Jawa Tengah sebesar Rp1,028 triliun.
“(Kami) ingin mendapat masukan klarifikasi dari rekan-rekan gubernur. Kita sengaja mengundang sepuluh gubernur karena ini memang yang kita lihat datanya, simpanannya relatif terbesar dari 34 provinsi yang ada,” ujar Mendagri Tito Karnavian melalui siaran pers Pusat Penerangan Kemendagri, Senin (3/1/2022).
Mendagri menyampaikan, simpanan kas daerah di perbankan membuat realisasi belanja menjadi berkurang. Sehingga, terkesan ada dana yang tidak bergerak (idle), apalagi ada dana yang didepositokan.
Bantahan Pemprov DKI Jakarta
Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria membantah adanya kas APBD 2021 sebesar Rp12 triliun yang mengendap di bank umum.
“Tidak ada yang mengendap Rp12 triliun,” kata Ahmad Riza Patria di Balai Kota Jakarta, Senin (3/1/2022).
Riza menjelaskan, sebelum 17 Desember 2021, Pemerintah Pusat mentransfer dana bagi hasil sebesar Rp5 triliun yang sebelumnya tertunda, kemudian baru dibayar.
“Kemudian beberapa hari sebelum tahun baru masuk lagi Rp3 triliun jadi kita di ujung (tahun) baru masuk uangnya, Alhamdulillah kami mampu menyerap,” ucapnya.
Riza mengungkapkan penyerapan APBD 2021 mencapai 88,22% yang dinilai cukup baik di tengah pandemi Covid-19.
Ia menjelaskan realisasi penyerapan baru mencapai 88,22 persen itu karena pihaknya melakukan efisiensi lelang, kemudian pembayaran gaji karena ada pegawai yang pensiun dan meninggal dunia.
Tak hanya itu, kata Riza, ada kegiatan proses lelang tahun jamak yang berlanjut, dan penunjukan dari Kejaksaan, kepolisian, dan BPKP.
“Jadi memang semua ada prosesnya, audit. Jadi tidak serta merta semua itu dibayarkan, ada proses tahapan, ada pemeriksaan yang harus menjadi rujukan,” tandasnya. [rif]