Scroll untuk baca artikel
Berita

Menelisik Kapitalisme Rentier dalam Privatisasi Aset Negara: Pandangan Yanuar Rizky

×

Menelisik Kapitalisme Rentier dalam Privatisasi Aset Negara: Pandangan Yanuar Rizky

Sebarkan artikel ini
Kapitalisme rentier
Ekonom Bright Institute, Yanuar Rizky

Indonesia sendiri telah mulai menerapkan konsep SWF melalui Lembaga Pengelola Investasi (LPI) atau Indonesia Investment Authority (INA).

Namun, Yanuar menekankan bahwa keberhasilan model ini bergantung pada transparansi pengelolaan dan pemanfaatannya yang benar-benar mengarah pada pembangunan sektor riil.

Dalam rilisnya, Yanuar juga membahas dampak kebijakan moneter terhadap stabilitas ekonomi nasional. Ia menunjukkan bagaimana normalisasi kebijakan Quantitative Easing (QE) oleh The Fed dapat mempengaruhi likuiditas global, yang pada akhirnya berimbas pada volatilitas kurs dan inflasi di negara berkembang seperti Indonesia.

Menurutnya, ketergantungan terhadap kebijakan moneter eksternal harus diimbangi dengan strategi internal yang lebih kuat.

Salah satu pendekatan yang ia usulkan adalah penerapan QE berbasis rupiah yang dikombinasikan dengan kebijakan fiskal aktif untuk mendorong investasi domestik.

Mitigasi Risiko Perbankan dan Strategi Jangka Panjang

Yanuar menyoroti bahwa strategi perbankan Indonesia dalam menjaga kecukupan modal (CAR) masih terlalu bertumpu pada pasar surat utang.

Ia menekankan perlunya reformasi dalam manajemen perbankan agar lebih berorientasi pada intermediasi keuangan yang mendukung pertumbuhan sektor riil.

Dalam jangka panjang, ia menyarankan agar bank tidak hanya bergantung pada Bank Indonesia atau kebijakan The Fed, melainkan juga membangun sistem mitigasi risiko yang lebih mandiri.

Salah satu caranya adalah dengan meningkatkan efisiensi biaya operasional serta mendorong pendapatan dari sektor produktif, bukan sekadar keuntungan dari surat berharga.

Pandangan Yanuar Rizky memberikan perspektif kritis terhadap kebijakan ekonomi yang berbasis kapitalisme rentier.

Ia menegaskan bahwa tanpa perubahan paradigma, Indonesia akan terus terjebak dalam siklus ekonomi yang lebih menguntungkan para pemilik modal dibandingkan kesejahteraan rakyat secara keseluruhan.

Melalui transformasi model pengelolaan aset negara, reformasi kebijakan moneter, serta strategi perbankan yang lebih inklusif, Indonesia dapat bergerak menuju ekonomi yang lebih berkelanjutan dan berkeadilan.

Namun, semua ini memerlukan komitmen kuat dari para pemangku kebijakan agar tidak hanya sekadar wacana, tetapi benar-benar terealisasi demi kesejahteraan masyarakat luas. []