Scroll untuk baca artikel
Ekonopedia

Mengerti Indikator Inflasi Indonesia (Bagian Dua)

Redaksi
×

Mengerti Indikator Inflasi Indonesia (Bagian Dua)

Sebarkan artikel ini

BARISAN.CO – Pengertian inflasi dalam buku ajar atau kajian ilmu ekonomi sebenarnya adalah kenaikan harga barang dan jasa secara umum dan terus menerus dalam jangka waktu tertentu yang cukup panjang. Pada umumnya dianggap sebagai soalan yang serius dan harus dikendalikan. Sering dinilai sebagai “penyakit” suatu perekonomian jika terus berlangsung dengan tingkat yang cukup tinggi.

Pengertian inflasi yang dikenal luas bermakna lebih sempit. Yaitu persentase kenaikan harga-harga secara umum, yang dihitung oleh badan atau lembaga tertentu pada suatu negara. Tidak disyaratkan bersifat terus menerus. Hanya dibatasi oleh informasi kurun waktu data yang disajikan.

Di Indonesia, inflasi dihitung oleh Badan Pusat Statistik (BPS) setiap bulan. Publikasi dilakukan BPS pada awal bulan untuk kondisi bulan sebelumnya. Angka atau tingkat inflasi umum yang dipakai merupakan persentase perubahan dari Indeks Harga Konsumen (IHK).     

IHK secara sederhana diartikan sebagai indeks yang mencerminkan harga dari suatu paket barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga. IHK mengubah harga berbagai barang dan jasa menjadi sebuah indeks tunggal yang mengukur seluruh tingkat harga.

Perhitungan IHK pada suatu bulan memakai patokan harga pada periode waktu ditentukan sebagai tahun dasar. Pada saat ini BPS memakai tahun 2018 sebagai tahun dasar, yang dianggap memiliki nilai IHK sebesar 100.

Oleh karena BPS menyajikan data IHK tiap bulan, maka ada beberapa tingkat inflasi yang dapat diketahui. Antara lain: inflasi bulanan, inflasi tahunan, dan inflasi tahun kalender.

Sebagai contoh, IHK bulan April 2022 sebesar 109,98. Jika dibandingkan dengan IHK bulan Maret 2022 (108,95) terdapat kenaikan sebesar 0,95%. Besaran itu disebut inflasi bulanan (month-to-month) April 2022.

Jika dibandingkan dengan IHK bulan April 2021 (106,29) atau persis setahun sebelumnya, maka terjadi kenaikan sebesar 3,47%. Besaran itu disebut tingkat inflasi tahunan (year-on- year) pada Maret 2021.

Sedangkan tingkat inflasi tahun kalender merupakan perbandingan dengan IHK pada Desember 2021 (107,05). Atau merupakan tingkat inflasi selama empat bulan berjalan, yang sebesar 2,15%.

Penyebutan tingkat inflasi pada tahun tertentu merupakan perbandingan IHK bulan Desember tahun bersangkutan dengan IHK bulan Desember tahun sebelumnya. Nilainya akan sama dengan inflasi tahun kalender saat itu.

Sebagai contoh, tingkat inflasi tahun 2021 dikatakan sebesar 1,87%. Hasil dari perbandingan IHK Desember 2021 sebesar 107,66 dengan IHK Desember 2020 yang sebesar 105,68. Tingkat inflasi tahun kalender pun sebesar itu pada bulan Desember 2021.

Ada baiknya diingat kembali dari tulisan terdahulu bahwa IHK merupakan hasil olahan dari survei atas sekelompok barang yang dipilih oleh BPS. Bukan seluruh barang dan jasa yang benar-benar dikonsumsi semua orang. BPS memang tidak sembarang memilih, namun berdasar survei pula untuk memastikan komoditas yang paling banyak dikonsumsi.

Harga komoditas dimaksud juga mengikuti cara dan waktu pengamatan tertentu. Kemudian andilnya dalam pembentukan IHK tidak lah sama, melainkan diberi bobot atau timbangan tertentu. Bukan seluruh harga barang yang diamati kemudian dibagi rata begitu saja. Penentuan bobot juga berdasar survei.

Penentuan IHK dan tingkat inflasi tiap bulan terutama memang berdasar survei harga konsumen. Namun dilengkapi atau diperiksa silang dengan beberapa hasil survei lain, misalnya survei volume penjualan eceran. Sedangkan untuk pembobotan terutama dilakukan berdasar Survei Biaya Hidup (SBH). SBH sendiri tidak cukup sering dilakukan, dan terbilang kegiatan besar dalam kerja BPS. SBH ini yang menjadi bahan utama penyusunan IHK tahun dasar. SBH tahun 2018 yang kini dipakai. Oleh karena butuh waktu mengolah dan memeriksa ulang dengan survei lainnya, penggunaan hasilnya sebagai penentuan IHK baru dimulai Januari 2020. [rif]