BARISAN.CO – Presiden terakhir Uni Soviet Mikhail Gorbachev, meninggal dalam usia 91 tahun, Selasa (30/8/2022). Gorbachev meninggal dunia di usia 91 tahun akibat sakit parah berkepanjangan.
Sebagaimana diberitakan Bloomberg pada Rabu (31/8/2022), Interfax dan layanan berita Tass yang dikelola pemerintah Rusia mengatakan Gorbachev meninggal setelah dirawat lama di rumah sakit di Moskow karena telah mengidap penyakit serius sejak lama.
Pemimpin Rusia pertama yang berusia lebih dari 90 tahun itu menghabiskan tahun-tahun senja hidupnya dengan keluar masuk rumah sakit. Gorbachev kerap sakit-sakitan dan menjalani karantina mandiri selama pandemi COVID-19.
Jenazah Gorbachev nantinya akan dimakamkan di Pemakaman Novodevichy, Moskow, Rusia.
Profil Gorbachev dan Kiprahnya Dalam Sejarah Politik Rusia
Gorbachev adalah seorang tokoh yang kontroversial. Para pendukung memuji dia karena telah memainkan peran penting dalam mengakhiri Perang Dingin, sementara lawan menuduhnya membantu jatuhnya Uni Soviet dan kerugian besar bagi prestise Moskow dan pengaruh global.
Lahir pada tahun 1931 dalam keluarga petani di Rusia selatan, di masa remajanya, Gorbachev mengoperasikan mesin pemanen gabungan di pertanian kolektif.
Karir partainya dimulai pada awal tahun-tahun mahasiswanya, ketika dia belajar hukum di Universitas Negeri Lomonosov Moskow. Ia lulus pada 1955. Kemudian melanjutkan studinya di Stavropol Agricultural Institute.
Pendakiannya melalui pangkat relatif cepat, dan pada tahun 1985 ia menjadi sekretaris jenderal Komite Sentral Partai Komunis Uni Soviet, menjadikannya pejabat berpangkat tertinggi di Uni Soviet.
Selama masa jabatannya, Gorbachev bertujuan menghidupkan kembali ekonomi Soviet yang macet, yang penuh dengan inefisiensi, pengeluaran pertahanan yang berlebihan, dan korupsi yang merayap.
Dia menyerukan reorganisasi dan modernisasi yang mendesak, tetapi segera memperluas reformasinya ke struktur politik dan sosial seluruh bangsa.
Kebijakan Glasnost dan Perestroika
Semasa hidupnya, Gorbachev dikenal sebagai pencetus “glasnost” dan “perestroika”.
Glasnost adalah kebijakan tentang kebebasan berpendapat, berdiskusi tentang isu-isu yang kala itu dinilai sensitif untuk dibicarakan di tempat umum, yakni terkait politik dan sosial.
Sementara perestroika memiliki makna kebijakan reformasi politik dan ekonomi.
Kebijakan Gorbachev ini pula yang disambut gegap-gempita Barat dan sebagian rakyat Soviet. Namun, kebijakannya itu juga mendapat kecaman dari sejumlah kalangan di negaranya yang bersikeras dengan kebijakan-kebijakan lama Soviet.
Gagasan tersebut membangkitkan rasa nasionalisme di kalangan masyarakat sekaligus mendorong pecahnya aksi separatisme.
Kala itu, kaum nasionalis mulai mendesak kemerdekaan negara-negara republik di kawasan Baltik, seperti Latvia, Lithuania, Estonia, dan lainnya.
Berperan dalam Berakhirnya Perang Dingin
Sosok Gorbachev berperan besar dalam berakhirnya Perang Dingin dengan Amerika Serikat dan negaranya. Ia juga melakukan reformasi besar-besaran Uni Soviet menjadi negara Federasi Rusia.
Alih-alih mempertahankan status quo melanggengkan Perang Dingin, Gorbachev memilih jalan damai dengan Barat. Ia bakan menguatkan hubungan dekat dengan sejumlah pemimpin negara-negara Barat saat itu. Sebut saja Kanselir Jerman kala itu, Helmut Kohl, bahkan Presiden AS, Ronald Reagan.
Namun semakin dia membuat Soviet semakin terbuka pada kepemimpinannya dari 1985 hingga 1991, posisinya semakin tersingkir. Adalah pejabat Partai Komunis, Boris Yeltsin, yang menepikan Gorbachev dari kursi kepresidenan.
Nama Gorbachev pun seolah semakin terlupakan ketika Soviet runtuh dan menjadi Republik Federasi Rusia pada 1991. [rif]