Scroll untuk baca artikel
Edukasi

Menjadi Guru Transformasional Menuju Era Society 5.0 (Bagian 2)

Redaksi
×

<strong>Menjadi Guru Transformasional Menuju Era <em>Society 5.0 </em>(Bagian 2)</strong>

Sebarkan artikel ini

MENJADI guru transformasional menuju Era Society 5.0

4. Menciptakan pengalaman konstruktivis

Umumnya guru cenderung menggunakan salah satu dari dua orientasi instruksional:

Transmisi : Dimana “peran guru adalah untuk mempersiapkan dan mengirimkan informasi kepada peserta didik” dan “peran peserta didik adalah untuk menerima, menyimpan, dan bertindak atas informasi ini.”

Transformasional: Di mana keterlibatan aktif siswa dalam mengembangkan pengetahuan dan keterampilan, berpikir kritis, keterampilan tingkat tinggi, dan komunikasi difasilitasi oleh instruktur.

Oleh karenanya akan sulit untuk mencapai pengajaran transformasional tanpa memahami dan menerapkan pedagogi konstruktivis – memfasilitasi pengalaman langsung – di mana siswa membangun makna melalui pembelajaran aktif.

5.  Bangun mindset yang positif dalam memandang perubahan

Ada banyak guru yang cenderung berpikir sederhanan dan suka berada di zona yang mapan. Untuk menjadi guru yang transformatif, Anda perlu belajar beradaptasi dengan berbagai suasana dan pengalaman baru sehingga Anda terbiasa menghaddapi suatu perubahan. Salah satunya adalah dengan perangkat ajar dan sumber referensi.

Kini era yang menuntut setiap guru  mampu berinteraksi dengan berbagai aktifitas dan materi berbasis digital. Buku teks bukanlah sumber ajar utama sebagaimana yang biasa dijadikan rujukan oleh guru sebelum ini.

Transformasi pembelajaran tentu akan menuntut guru mengintegrasikan berbagai sumber, baik fisik maupun digital sebagai media pembelajaran. Karena perubahan menyebabkan  konversi berbagai  hal kepada moda digital tidak bisa dihindari.

6.  Guru transformasional mengajar laksana ilmuwan, seorang seniman,  atau penulis esai

Guru transformasional tahu bahwa pengajaran seni tanpa sains tidak memiliki kemanjuran, dan pengajaran ilmiah tanpa estetika tidak memiliki visi. “Seni berasal dari kepribadian, pengalaman, dan bakat guru, Ilmu berasal dari pengetahuan tentang perkembangan anak dan struktur kurikulum”, kata Dr. David Elkind seorang psikolog anak. 

Seni dan ilmu mengajar bekerja secara harmonis. Guru terbaik adalah seniman yang mengetahui ilmu mengajar.

Berbeda dengan guru yang konvensional yang mengajar selama durasi 90 menit dengan ceramah dan latihan soal.  Seorang guru transformasional memperlakukan 90 menit itu seperti konser orchestra yang atraktif.

Berinteraksi dengan berbagai pertanyaan atau sanggahan dari siswa. Menunjukkan esai persuasif yang dibuat dengan hati-hati — dengan tujuan yang jelas dan rasa gaya yang unik, awal yang mengesankan dan akhir yang membuat penasaran, urutan logis, konten penting, transisi yang cepat, dan gairah yang menulari siswa.

Bersama-sama, karakteristik ini meyakinkan siswa untuk percaya bahwa mempelajari konten dan keterampilan adalah benar-benar penting.

7.  Mencontohkan manfaat dari apa yang diajarkan

Alih-alih menekankan kepada hafalan, guru transformasional mengajar para siswa berpikir kritis analitis. Keterampilan yang dibutuhkan di manapun dan sebagai apapun nantinya mereka bekerja.

Guru mengajar dengan tujuan pencapaian pengetahuan yang baik, berkesinambungan dan relevan dengan kehidupan. Kemudian siswa mampu menunjukkan pemahamannya dengan keterampilan baru yang berkembang seiring pertumbuhan usia dan pengalaman mereka.

Pada sebagian proses penilaian, guru dapat mengizinkan siswa untuk membawa catatan. Namun tampaknya itu kurang penting di era Google untuk menilai seberapa banyak yang diketahui siswa.

Sebaliknya, secara signifikan akan lebih peduli dengan seberapa masuk akal mereka dapat membuat semua informasi ini tersedia bagi mereka. Guru menjelaskan bahwa mengetahui bagaimana menulis dengan baik akan memainkan peran penting dalam kesuksesan masa depan mereka.