Scroll untuk baca artikel
Blog

Menteri versus Pedagang Kelontong

Redaksi
×

Menteri versus Pedagang Kelontong

Sebarkan artikel ini

Setelah pandemi Covid-19 sehari PT KCI mengangkut 800 ribu penumpang. Dan pada 2004 ditargetkan sudah dapat mengangkut 1 juta penumpang.

Juru Bicara PT KCI Ane Purba dalam perbincangan dengan wartawan menyatakan rencana impor rangkaian kereta tidak masuk dalam penambahan kapasitas. Untuk penambahan kapasitas, PT KCI akan mengandalkan 16 rangkaian kereta yang sudah dipesan dari PT INKA dan pesanan baru selesai pada 2025. Intinya, impor itu untuk mengganti kereta yang pensiun dan sudah tidak layak lagi digunakan.

Tentu, saya sangat mendukung PT KCI menggunakan kereta buatan dalam negeri. Karena selain dukungan kepada produk bangsa juga akan semakin banyak menyerap banyak tenaga kerja Indonesia.

Tetapi kondisi psikologis PT KCI juga saya sangat paham. Kereta paling anyar saja ada batasnya untuk dipensiunkan. Apalagi kereta bekas.

Saya mengerti, selain kenyamanan dan daya angkut, yang utama adalah keselamatan penumpang. PT KCI tidak mau berjudi dengan keselamatan penumpang.

Tentu Indonesia tidak mau seperti kasus tabrakan maut kereta penumpang dan barang yang sedikitnya menewaskan 57 penumpang di Yunani, Selasa pekan ini. Padahal mereka masuk ke dalam negara Uni Eropa yang sangat sensitif dalam bidang teknologi dan layanan publik. Gara-gara itu menteri Perhubungan Yunani mundur. (The New York Times, Kamis (2/3/2023)

Arkian, selama ini nyaris tidak ada kecelakaan yang parah karena kondisi kereta bekas dari Jepang. Artinya, kereta bekas dari Jepang sangat teruji. Lebih banyak kecelakaan justru di luar teknis kereta seperti tabrakan di jalan sebidang atau kecelakaan di pintu lintasan liar.

Wahai para elite negeri. Sudahilah perdebatan soal pengadaan kereta. Kenapa tidak diselesaikan dalam rapat kabinet atau lintas lembaga tanpa harus ribut dan melibatkan publik. Masyarakat sedang susah jangan lagi dipusingkan soal kebijakan yang menjadi tanahnya eksekutif.

Publik tak perlu siapa yang jadi pahlawan karena zaman sekarang tidak jelas mana pahlawan dan mana bandit.

Apalagi kalau cuma main ancam dan menakut-nakuti rakyat. Kalau itu ada ahlinya, preman. Tak perlu Menteri BUMN misalnya mengatakan bila KCI tak bisa mengimpor kereta bekas maka layanan bisa terganggu dan tarif kereta bisa naik.

Pun, Menteri Keuangan Sri Mulyani karena panik dengan gerakan rakyat yang akan memboikot bayar pajak juga mengancam bila masyarakat tidak membayar pajak maka BBM harganya bisa naik tiga kali lipat.

Lah, kalau cuma segitu ceteknya logika pejabat kita, apa bedanya menteri dengan preman atau pedagang toko kelontong?