Slot Orbit Satelit 123 BT sangat strategis untuk teknologi masa depan Indonesia. Tapi upaya mengisi slot itu banyak dirundung masalah
BARISAN.CO – Kisruh pengelolaan slot orbit 123 Bujur Timur (BT) berawal saat Satelit Garuda-1 milik pemerintah Indonesia keluar orbit. Satelit Garuda-1 melintas ke luar orbit setelah mengudara selama 15 tahun hingga 2015.
Kala itu, Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) melaporkan satelit tersebut keluar orbit karena kebocoran bahan bakar. Pemerintah pun merespons cepat untuk menjaga kepemilikan slot satelit yang mengorbit di atas langit Sulawesi itu.
Jika tidak diisi dalam kurun waktu 3 tahun, sesuai aturan International Telecommunication Union hak pengelolaan slot orbit akan gugur dan negara lain dapat menggunakannya.
Mengutip pemberitaan Kompas.id pada 2018 lalu, tidak saja posisinya yang strategis berada di tengah Indonesia, tetapi juga karena spesifikasinya satelit untuk slot tersebut adalah L-band. L band sangat diperlukan oleh teknologi masa depan, seperti komunikasi mobile, telekomunikasi, dan pengindraan.
Rudiantara selaku Menkominfo saat itu, mengakui bahwa slot satelit tersebut penting mulai dari untuk monitoring bencana, eksplorasi hingga sistem aplikasi. Oleh karena itu pemerintah sepakat untuk melanjutkan program itu.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun lalu mengeluarkan diskresi kepada Kemenhan untuk menyelamatkan slot, meski Kemenhan belum memiliki anggaran.
Pada 6 Desember 2015, Kemhan lantas menyewa satelit Artemis milik Avanti Communication Limited dengan nilai sewa USD 30 juta. Avanti akan menempatkan satelit Artemis pada 12 November 2016.
Pengisian sementara itu sambil menunggu pembangunan Satelit Komunikasi Pertahanan (Satkomhan). Dalam pembangunan itu Kemhan menandatangani kontrak dengan Navayo, Airbus, Detente, Hogan Lovel, dan Telesat.
Menunggak Sewa Berujung Gugatan
Setahun setelah penyewaan, rupanya Kemhan baru membayar 13,2 juta dolar AS. Atau menunggak sebesar 16,7 juta dolar AS.
Dari penelusuran barisan.co, tersendatnya pembayaran karena pemangkasan anggaran oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Sejumlah persyaratan pengajuan anggaran sewa satelit Artemis belum terpenuhi dan kendala administrasi dalam pengajuan tersebut. Seperti masalah proses sewa satelit ini, Kemhan menyewa satelit milik Avanti pada 6 Desember 2015, sementara izin penggunaan slot orbit 123 BT dari Kominfo baru terbit pada 29 Januari 2016.
Bambang Hartawan, Direktur Jenderal Kekuatan Pertahanan (Ditjen Kuathan) Kemhan kala itu, mengatakan akan membayar seluruh tagihan yang tersisa. Hanya saja masih butuh waktu untuk menyelesaikan masalah yang menghambat pencairan dana.
“Kami harus menyelesaikan administrasi, harus normal. Kan jadi nggak ketemu. Kami bicarakan terus dengan kementerian lain. Proses di Indonesia kan lama. Nego dengan Kemenkeu, tapi sana sudah nggak tahan. Bagaimana belum bayar, belum bayar,” kata Bambang dikutip dari laman Kominfo.
Avanti kemudian menghentikan kontrak dan memperkarakan Pemerintah RI ke Pengadilan Arbitrase Internasional di Inggris pada 10 Agustus 2017. Avanti juga mengeluarkan Satelit Artemis dari Slot Orbit 1230 BT pada Bulan November 2017.
PT DNK Menangi Tender Slot Orbit 123 BT
Pada tahun 2018, Kemenhan mengembalikan hak pengelolaan slot orbit 123 BT ke Kominfo. Tidak itu saja, Kemhan juga tidak mampu melanjutkan pengadaan Satkomhan kepada para vendor.
Kominfo lalu melakukan tender untuk mengisi slot tersebut. Munculah PT Dini Nusa Kusuma (DNK) sebagai pemenang lelang.
Mengutip dari majalah Indonesian Defence Review, Surya Witoelar selaku Direktur Utama (Dirut) PT DNK menyatakan bersedia membantu penyelesaian gugatan Avanti kepada Kemhan melalui konsorsium Dini Nusa Kusuma (DNK)-Kresna Graha Investama (Kresna Securities).