Scroll untuk baca artikel
Analisis Awalil Rizky

Mewaspadai Utang Sektor Publik

Redaksi
×

Mewaspadai Utang Sektor Publik

Sebarkan artikel ini

POSISI Utang Sektor Publik Indonesia per akhir Juni 2022 tercatat sebesar Rp13.903,11 Trilyun. Posisi ini bertambah Rp453 Trilyun dibanding akhir tahun 2021 atau hanya dalam waktu enam bulan. Posisi nominal dan rasionya atas PDB memang terus bertambah tiap tahun.

Sektor publik yang dimaksud terdiri dari semua unit institusi residen (penduduk) yang dikendalikan langsung atau tidak langsung oleh unit pemerintah. Yaitu semua unit dalam sektor Pemerintah Umum (general government) dan korporasi publik (public corporations).

Utang Sektor Publik (USP) berbeda dengan Utang Pemerintah dan Utang Luar Negeri (ULN). Datanya memang beririsan, namun definisi dan cakupannya sangat berbeda.

Posisi utang Pemerintah pada akhir bulan tertentu dirilis oleh Kementerian Keuangan melalui dokumen APBN Kita. Kondisi ULN dirilis Bank Indonesia berupa Statistik Utang Luar Negeri (SULNI) tiap bulan. Sedangkan kondisi USP dirilis Bank Indonesia melalui dokumen Statistik Utang Sektor Publik Indonesia (SUSPI) tiap tiga bulan (triwulan).

Perlu diketahui bahwa Bank Indonesia mengakui belum semua institusi dalam definisi dilaporkan dalam SUSPI, dan masih akan terus disempurnakan penyusunan datanya. Sebagai contoh data utang Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan Bank Pembangunan Daerah (BPD) belum tercakup. Begitu pula dengan data utang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang belum seluruhnya diperhitungkan.

Daham hal data utang BUMN tersebut, posisi SUSPI lebih sedikit dibanding data posisi utang BUMN dari Kementerian BUMN. Tentu saja lebih sedikit lagi dibanding Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) yang juga memasukan BUMN dalam pembinaan Kementerian Keuangan.

Sebagai contoh data akhir tahun 2021. LKPP 2021 menyebut total utang BUMN mencapai Rp7.318 Trilyun. Sementara itu, SUSPI menyebut utang korporasi publik bukan lembaga keuangan sebesar Rp1.014 triliun dan utang korporasi publik keuangan sebesar Rp5.452 Trilyun. Total keduanya hanya sebesar Rp6.466 triliun. Padahal, dalam data sektor korporasi keuangan publik tadi telah termasuk utang Bank Indonesia.

Dengan demikian, data posisi USP akhir Juni 2022 di atas masih lebih sedikit dari yang seharusnya tercakup berdasar definisi Bank Indonesia sendiri dalam dokumen SUSPI.

Komposisi Utang Sektor Publik pada Akhir Juni 2022

Posisi Utang Sektor Publik sebesar Rp13.903,11 Trilyun pada akhir Juni 2022 dilaporkan terdiri dari beberapa kelompok institusi. Utang pemerintah pusat (Central Government) sebesar Rp7.162,55 Trilyun. Utang pemerintah daerah (Local Government) sebesar Rp82,46 Trilyun. Utang korporasi publik bukan lembaga keuangan (Nonfinancial Public Corporations) sebesar Rp1.148,77 Trilyun. Utang korporasi publik lembaga keuangan (Financial Public Corporations) sebesar Rp5.508,77 Trilyun.

SUSPI melaporkan utang tersebut yang berdenominasi rupiah sebesar Rp9.992,87 Trilyun (71,87%) dan dalam valuta asing sebesar Rp3.910,44 Trilyun (28,13%). Dalam hal pemberi utang atau kreditur, terdiri dari pihak domestik sebesar Rp10.111,79 Trilyun (72,73%) dan dari pihak asing sebesar Rp3.791,53 Trilyun (27,27%).

Dalam hal jatuh tempo atau harus dilunasi, yang berjangka pendek sebesar Rp5.874,74 Trilyun (42,25%) dan yang berjangka panjang sebesar Rp8.028,57 Trilyun (57,75%). Jangka pendek menurut waktu sisa artinya yang memang ketika transaksi disepakati berjangka pendek (kurang dari setahun), ditambah yang berjangka panjang, namun waktu pelunasannya sudah kurang dari setahun.

Perlu diketahui bahwa sebagian utang berjangka pendek dimaksud berupa simpanan masyarakat atau dana pihak ketiga (DPK) pada Bank BUMN. Dalam hal DPK berupa tabungan dan giro memang diperlakukan sebagai utang, namun memiliki karakteristik risiko yang berbeda dengan utang jangka pendek lainnya.