Mimbar Virtual: Refleksi Tragedi Kanjuruhan pada Rabu, 12 Oktober 2022 pkl 16.00-17.30 WIB.
BARISAN.CO – Oktober menjadi bulan kelabu bagi dunia sepak bola di Indonesia. Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) memberikan data terbaru pada Senin (3/10/2022), jumlah korban akibat kerusuhan di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur sebanyak 145 orang. Dari jumlah itu, 125 orang di antaranya dinyatakan meninggal dunia.
Mengingat betapa banyaknya, jumlah korban ini, tentu saja membawa duka tersendiri bagi sepak bola di tanah air. Banyak anggapan, penggunaan gas air mata yang dilakukan oleh kepolisian di stadion melanggar aturan FIFA Angka 19 tentang Pitchside steward poin b berisi no firearms or “crowd control gas” shall be carried or used.
Regulasi yang dibuat FIFA sendiri bertujuan untuk manajemen dan keselamatan serta keamanan.
Perlu diketahui, Indonesia adalah tim Asia pertama yang pernah bermain di Piala Dunia, namun terlepas dari semangat nasional terhadap sepak bola, kejadian ini tentu saja memilukan termasuk media internasional.
Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) telah lama berjuang untuk mengelola permainan di dalam negeri. Data dari pengawas sepak bola Indonesia, Save Our Soccer terungkap, 78 orang tewas dalam insiden terkait game selama 28 tahun terakhir.
Tahun 2019, FIFA memberikan Indonesia hak tuan rumah untuk Piala Dunia U-20 sebagai mosi percaya. Bahkan, panel FIFA telah memeriksa fasilitas sepak bola Indonesia dan merencanakan turnamen 20 Mei-11 Juni 2023 serta mengungkapkan kepuasannya. Namun, kejadian ini menimbulkan kekhawatiran.
Terlebih, FIFA pada Senin (3/10/2022) melarang PSSI berlaga sampai penyelidikan selesai.
Di sisi lain, kini muncul perdebatan siapa yang salah atas kejadian ini. Melansir ABC News, Nugroho Setiawan, Security Officer di Asian Football Confederation (AFC) menyebut, kejadian di Kanjuruhan ini seharusnya dapat dikalkulasi dan dimitigasi melalui mitigation plan.
Mantan Head of Infrastructure Safety and Security itu juga menambahkan, dalam sebuah ada tiga poin yang harus diantisipasi dan dikalkulasikan, yakni kesamaan persepsi pengamanan antara semua stakeholder, kondisi infrastruktur, serta supporter behaviour. Yang ketiganya itu menurut Nugroho, harus disinkronisasi.
“Ketika kita melakukan penilaian risiko atau risk assessment, kita akan menghasilkan sebuah pengamanan yang disetujui bersama, jadi suatu agreed behaviour and procedure,” jelasnya.
Dia berpendapat, sinkronisasi tersebut yang mungkin tidak terjadi sehingga muncul beberapa kronologi atas insiden ini.
Nugroho menilai, harus ada kesamaan persepsi agar maslaah dalam hal pengamanan di tanah air tidak berulang.
Melihat temuan yang amat menyedihkan ini, Barisan.co berencana mengangkat isu ini dalam Mimbar Virtual Barisan.co dengan tema “Refleksi Tragedi Kanjuruhan” pada Rabu, 12 OKtober 2022 pukul 16.00-17.30 WIB.
Acara ini akan menghadirkan narasumber yang kompeten di bidangnya, yakni Ketua Forum Komunikasi Suporter Indonesia (FKSI), Richard Ahmad Supriyanto dan Dewan Pembina Persatuan Streetsoccer Indonesia (PERSOCCI) DKI Jakarta sekaligus pemerhati sepak bola, Hartono.
Kegiatan ini bisa disaksikan via Zoom dan disiarkan langsung melalui akun YouTube Barisanco TV.