Sedangkan profesor dari Departemen Biokimia dan Biofisika Universitas North Carolina, Ron Swanstrom menyampaikan tidak mungkin untuk mengetahui efek jangka panjang dari senyawa yang terdapat di molnupiravir bagi manusia. Ron menuturkan ia sendiri tidak memiliki jawabannya.
“Apakah itu risiko sepenuhnya dapat diterima dan tidak berarti apa-apa? Atau risiko yang lebih signifikan, tetapi kita tidak akan tahu hasilnya selama 10 tahun,” kata Ron.
Meski, Merck menunjukkan obatnya itu tidak mutagenik pada hewan, Ron meragukannya. Dalam pandangannya, Ron menyatakan tes dalam penelitian hewan oleh Merck tidak mungkin dapat menentukan apa saja yang mungkin bisa terjadi pada DNA mamalia beberapa tahun kemudian setelah pemberian obat pada pertama kali.
Merck pada akhirnya juga mengakui adanya potensi obat mutagenik dalam studi fase III. Peserta dalam uji coba tidak boleh hamil atau menyusui. Mereka yang berpotensi melahirkan juga tidak boleh melakukan hubungan seks atau menggunakan kontrasepsi selama 28 hari sejak menjadi bagian penelitian. Individu yang ikut bagian dari penelitian juga harus menahan diri untuk tidak menyumbangkan spermanya.
“Dalam janin, setiap sel membelah. Jadi, setiap sel ini berpotensi mutasi. Itu menjadi waktu terburuk dari semua kemungkinan (untuk menggunakan obat mutagenik),” lanjut Ron.
Ron menganjurkan perlunya studi longitudinal yang berkelanjutan agar dapat melihat efek jangka panjang bagi penerima obat tersebut. Ia juga merekomendasikan untuk membatasi penggunaan obat. Itu berarti hanya untuk individu yang bergejala berat dan komorbid saja.
Sebab, menurut Ron, jika diberikan pada individu yang berisiko rendah atau tidak memiliki komorbid, akan sulit mengukur implikasi keamanan jangka panjangnya lebih jelas. [rif]