Scroll untuk baca artikel
Edukasi

Motif Perempuan Pembunuh Berantai

Redaksi
×

Motif Perempuan Pembunuh Berantai

Sebarkan artikel ini

Harrison menambahkan, pembunuh berantai perempuan mungkin memiliki riwayat pelecehan atau krisis baru-baru ini dan minimal satu pembunuhan akan terjadi di daerah pinggiran kota.

Penelitian tim Harrison menunjukkan, pembunuh berantai perempuan dan laki-laki kemungkinan besar memiliki penyakit mental.

“Untuk laki-laki, sangat mungkin; untuk perempuan, penelitian kami menunjukkan sekitar 40% menunjukkan bukti penyakit mental. Jika contoh penyakit mental dan pelecehan anak terus muncul dalam sejarah pelaku perempuan ini, mungkin kesadaran dan pengobatan penyakit mental dapat mencegah beberapa kematian (korban) di masa depan,” jelasnya.

Martha Patty Cannon adalah contohnya. Dia membunuh pria, wanita, dan anak-anak serta menculik orang bebas dan menjual mereka sebagai budak di Amerika abad ke-19.

Penganiayaan terhadap anak-anak sangat mengejutkan karena dia biasa memukul anak-anak sampai mati dengan batang kayu. Suatu kali, dia melemparkan seorang anak ke dalam api hanya karena mereka bersin di dekatnya. Menoleh ke belakang, dia pernah diperkosa oleh ayahnya selama akhir 1700-an hingga awal 1800-an. Akibatnya, ayahnya digantung.

“Pikirkan tentang topik yang tabu saat itu dan orang-orang tahu ini terjadi dan mereka menggantung ayahnya. Pasti diketahui bahwa dia melecehkannya, dan pelecehan itu pasti mengerikan,” jelasnya.

Di antara perempuan mengerikan lainnya adalah Jolly Jane Toppan. Seorang perawat dari Boston pada akhir 1800-an, dia ditemukan telah membunuh setidaknya 30 orang, tetapi mengaku kepada polisi bahwa dia telah membunuh mendekati 100 orang.

Kemudian, ada juga Belle Gunness, seorang petani dari Indiana. Saat menggali ladangnya, pihak berwenang menemukan sisa-sisa jasad berjumlah, sekitar 100 orang.

FBI tidak mengenali pembunuh berantai wanita sampai tahun 1990-an. Tapi, ada perempuan terkenal yang membunuh jauh lebih banyak korban daripada laki-laki,” tegas Harrison.

Marybeth Tinning diperkirakan telah membunuh delapan dari sembilan anaknya yang lahir antara tahun 1960-an dan 1980-an. Kasusnya mematahkan mitos bahwa laki-laki lebih cenderung membunuh daripada perempuan.

Orang-orang memperhatikan apa yang sedang terjadi, yang mengejutkan adalah berapa lama waktu yang dibutuhkan pihak berwenang untuk bertindak. Pihak berwenang mengira dia mungkin menderita ‘sindrom Munchausen secara proksi’, sehingga dia membunuh bayi-bayi itu untuk mendapatkan perhatian.

Media Berperan dalam Mitos Seputar Pembunuh Berantai

Para pembunuh perempuan umumnya diberi julukan yang menunjukkan jenis kelaminnya, seperti Tiger Woman. Laki-laki, bagaimana pun, lebih dirujuk oleh kejahatan mereka, seperti Jack the Ripper.