Mudik adalah ritual tahunan yang penuh kehangatan, sementara kesunyian adalah perjalanan batin yang tak semua orang siap menjalaninya.
Oleh : Imam Trikarsohadi
(Wartawan Senior)
MEMASUKI pekan terakhir puasa Ramadhan, akifitas di Jakarta dan sekitarnya menyusut tajam. Daerah yang biasanya sibuk 24 jam, berangsur memasuki masa sunyi, lengang dan hening.
Sebab seperti tahun-tahun sebelumnya, setiap menjelang Idul Fitri alias lebaran, sekitar 80 persen penduduk Jabotabek berpencar mudik ke kampung asal muasalanya masing-masing.
Hasrat dan energi untuk mudik tak pernah surut , sebab mudik menjadi momen yang dinantikan para perantau sebagai kesempatan untuk melepas rindu dengan orang tua, sanak saudara, dan kerabat di kampung.
Bagi yang tidak mudik oleh berbagai sebab musabab, maka ia akan mengalami jalan sunyi. Sebab rumah-rumah tetangga di sebalah kanan dan kiri, di depan dan belakang, mayoritas tertutup rapat ditinggalkan penghuninya. Kantor-kantor, pusat-pusat aktivitas ekenomi pun terkunci rapat. Jalanan menjadi lengang dan cenderung sunyi.
Dalam lubuk hati terdalam dan rasa terdasar,kesunyian tentu saja akan menyelimuti yang tidak mudik. Ihwal situasi ini tergantung bagaimana menyikapinya; ada yang sedih, ada yang biasa–biasa saja, dan ada yang menerjemahkan kesunyian sebagai kemewahan, di mana kita bisa mengasingkan diri dan fokus membenahi hati.
Bagi sebagian orang, kesunyian adalah teman abadinya karena ia selalu berjalan dengannya. Sisi domestik yang jauh dari keriuhan seolah menjadi jalan takdirnya.
Sunyi memang akrab dengan mereka yang acapkali bertafakur. Bagi mereka, kesunyian adalah pompa semangat karena kesunyian berbeda dengan kesepian. Dalam kesunyian, seseorang bisa berkontemplasi dan berdialog untuk menemani jiwanya yang ramai.
Ditengah kesibukan hidup di belantara kota besar yang harus beradu cepat dengan waktu, kesunyian adakalanya bisa membawa kita untuk menyadari sebagai makhluk Tuhan yang butuh untuk sejenak lepas dari belenggu dunia yang menipu.
Persoalannya sekarang ini, kita terbiasa hidup dalam kebisingan dan menganggap kesunyian sebagai gangguan yang serius. Kita telah asing terhadap rasa sunyi. Sebab itu, kesunyian telah menjadi hal yang menakutkan dan menyakitkan.
Kesunyian bisa menjadi ancaman atau gangguan. Orang tidak tahu bagaimana menghadapi kesunyian.
Saat meninggalkan kebisingan kota dan sampai di suatu tempat sunyi tanpa deruman kendaraan, tanpa suara musik, tanpa hiburan dari radio, televisi, atau handphone, jauh dari akses internet, seluruh diri terasa dikuasai oleh rasa gelisah yang sangat kuat.
Berada di kesunyian bagaikan ikan yang dikeluarkan dari air dan dilemparkan ke daratan, seperti kehilangan tempat berpijak.