* * *
Sejak kejadian pagi itu, Pak Wiro tak henti-henti ngomel di rumahnya.
“Sialan si Sastro itu, malah ngajak ribut sama aku,” gumam Pak Wiro sambil meminum segelas Wisky, “kalau saja dia bukan mantan kepala bandit, sudah aku sobek-sobek mulutnya.”
Terbersit sebuah pikiran jahat dalam kepala Pak Wiro. Dia berencana untuk meletakkan kotoran manusia di depan pintu surau, untuk memberi pelajaran bagi para jama’ah. Dan dia pun meletakkannya pada malam hari ketika semua orang tertidur lelap.
Sementara waktu subuh telah datang, Pak Ahmad beserta Jalil telah sampai di depan pintu surau. Tak ayal terkejut dengan apa yang dilihatnya, Jalil pun berujar geram, “Kurang ajar orang yang meletakkan kotoran ini di depan surau! Semoga dibalas oleh Yang Maha Kuasa!”
“Sabar, Jalil. Cukup bersihkan saja dan cepatlah sebelum yang lainnya pada datang, terutama Pak Sastro!” kata Pak Ahmad.
“Baik, Pak. Ini kalau ketemu Pak Sastro malah nanti jadi ribut ya, Pak?”
Jalil pun segera membersihkan kotoran itu. Tanpa memberitahu yang lainnya akan apa yang terjadi sampai usai salat.
Tuhan memang Maha Adil. Setelah kejadian itu, Pak Wiro merasa kurang sehat. Ia tak bisa buang air besar selama seminggu sehingga perutnya membesar. Berbagai cara dan obat-obatan telah diminum. Namun tidak membuahkan hasil selain semakin menambah sakit.
Dia ingat apa yang telah dilakukannya seminggu lalu terhadap surau di kampung itu. Kemudian dipanggillah salah seorang wanita anak asuhnya untuk mengantarkan ke rumah Pak Ahmad.
“Assalamualaikum, Pak Ahmad saya Wiro. Tolong saya, Pak?”
“Waalaikum salam, Pak Wiro apa yang terjadi? Kenapa Bapak duduk di lantai depan rumah saya? Dan kenapa dengan perut Bapak?” tanya Pak Ahmad terkejut.
“Ampun, maaf, Pak. Saya ngaku salah karena telah meletakkan kotoran manusia di depan pintu surau seminggu lalu. Sehingga saya jadi begini. Apa yang harus saya perbuat agar bisa sembuh dari sakit perut ini?” ujar Pak Wiro menghiba menceritakan awal sakitnya.
“Hmmm … baiklah, Pak Wiro. Karena anda sudah mengaku telah berbuat salah, maka minta ampunlah kepada Alloh,” kata Pak Ahmad dengan lembut.
“Apa hanya begitu saja? Saya harus bagaimana lagi?”
“Kembali ke jalan Alloh dan bersedekahlah, Pak Wiro,” kata Pak Ahmad singkat.
Dengan tertegun merasa berat, Pak Wiro mengiyakan saja ucapan Pak Ahmad. Mengingat jika dia kembali ke jalan yang benar, maka akan dikemanakan tempat karaoke dan para anak asuhnya yang mereka semua adalah gadis penghibur.
Bersama lantunan doa dan segelas air putih yang didoakan, Pak Wiro meminumnya. Kemudian dengan sedikit memaksa, ia memberikan sebuah amplop kepada Pak Ahmad sebagai alasan sedekah.