Scroll untuk baca artikel
Blog

Pameran Lukisan di Tegal

Redaksi
×

Pameran Lukisan di Tegal

Sebarkan artikel ini

GALERI Sewusiji Tegal kembali menggelar pameran lukisan 8-19 Desember 2022. Pameran kedua yang diprakarsai budayawan dan kurator Andi Kustomo kali ini menampilkan karya-karya Hasan Bisri (78), seorang pelukis senior yang berdomisili dan berkarya di Kabupaten Tegal selama puluhan tahun.

Pameran dibuka oleh Ketua Dewan Kesenian Kota Tegal, kemudian dilanjut diskusi dengan pembicara Wowok Legowo selaku kurator, dan Eko Tunas selaku alumni Galeri Sewusiji.

Dalam pembicaraannya Wowok membuka latar kreativitas Bisri yang pernah bekerja sebagai desainer batik. Latar inilah yang sedikit banyak berpengaruh pada karya-karya Hasan.

Ada deformasi yang bersifat traditif pada isian bentuk-bentuk lukisannya yang ritmis batikis dengan ukelan gaya batik. Sehingga isian ini mengandung muatan nilai ke-Indonesia-an. Satu bentuk yang tentu berbeda dengan form atau garis Barat atau Eropa.

Dari saya, menilik karya Bisri, ada kecenderungan genre dekoratif naif dan imbasan magis. Dekora sebagai gaya yang menurut Wowok mengandung nilai traditif ke-Indonesia-an, memang benar adanya.

Tapi ada yang lebih dalam dari bentuk adalah content naif atau kejujuran — untuk tidak sekadar menyebut kekanak-kanakan — yang tampak muncul dari sifat dan karakter pelukisnya. Ada deformasi atau ‘perubahan bentuk’ semacam penyederhanaan dari bentuk seumumnya.

Misalnya, penyederhanaan bentuk rumah yang berupa kotak-kotak — untuk tidak sekadar menyebut minimalis — atau bulan yang sekadar bulatan sederhana khas garis sederhana dalam lukisan kanak-kanak.

Dari segi kandungan magis, khususnya pada karya dengan figur manusia. Lebih khusus pada pelukisan mata, Yono Daryono berpendapat mata pada karya Hasan mengingatkan pada pelukisan mata pada lukisan karya Jeihan.

Bagaimana Jeihan seolah tak kuasa melukis mata, sehingga yang ada hanya hitam semata atau serupa mata bolong. Sehingga dengan demikian mata Jeihan atau Bisri mengesankan satu misteri, yang ingin saya sebut punya kandungan magis.

Kemudian kalau kita mengembalikan lukisan sebagai bahasa garis, garis Hasan menyiratkan ketiga muatan itu. Yakni dekoratif-naif-magis. Satu temuan Hasan Bisri dalam perjalanan proses kreatifnya. Hingga sampai pada usia lanjut. Satu perjalanan yang bagi saya teramat panjang.

Meski banyak pelukis yang sampai pada usia sepuh. Sebagaimana Affandi, Hendra Gunawan, hingga Djoko Pekik. Perjalanan dan atau proses kreatif yang bagai tak lelah-lelah dalam pertarungannya dengan sang waktu.

Sampai pun pada kemungkinan paling tidak mungkin. Dalam karya Bisri tampak pada kejumbuhan dalam ketidakjumbuhan. Antara pertarungan obyek dan subyek. Pada obyek utama cukup kuat dan selesai, tapi pada subyek latar belakang saat ia menyelesaikan background, antara obyek dan subyek seperti berdiri sendiri-sendiri.

Atau dengan bahasa saya, ada pertarungan antara obyek dan subyek yang tidak selesai-selesai. Bahkan bisa dikatakan ada obyek hari ini yang jelas dan pasti, dan subyektivasi masa lalu yang serba kabur dan traumatik.

Tapi terlepas dari perhitungan itu semua, bahasa garis Hasan Bisri adalah garis hidup seorang pelukis kemarin, hari ini dan yang akan datang. Betapa pun kalau gajah mati meninggalkan gading, pelukis dalam ketiadaan meninggalkan riwayat garisnya.***