Scroll untuk baca artikel
Blog

Pemanggilan Anies Baswedan, Tidak Wajar dan Sarat Muatan Politis

Redaksi
×

Pemanggilan Anies Baswedan, Tidak Wajar dan Sarat Muatan Politis

Sebarkan artikel ini

Pelaksanaan PSBB Transisi diatur dengan Pergub 79 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan PSBB Pada Masa Transisi. Kegiatan ibadah dibatasi 50% kapasitas, harus terapkan protokol kesehatan, pengukuran suhu tubuh, jaga jarak fisik minimal 1 m antar pengguna tempat ibadah, disinfeksi.

Tidak seperti pada masa PSBB Ketat dimana acara keramaian dilarang sama sekali. Pada masa PSBB Transisi kegiatan kumpul di tempat/ fasilitas umum dibolehkan dengan pembatasan. Pengunjung dibatasi 50% dari kapasitas. Pengunjung wajib pakai masker. Sediakan sarana cuci tangan. Mengatur waktu kunjungan. Pembatasan interaksi fisik dengan jarak minimal 1 meter antar pengunjung.

Acara Habib Rizieq

Tentang 3 acara Habib Rizieq yang dipersoalkan: Penyambutan di Petamburan, Maulid Nabi, dan Acara Pernikahan, secara ketentuan PSBB transisi memang boleh diselenggarakan tapi dengan pembatasan. Kapasitas separuh, jaga jarak, pakai masker dll seperti ketentuan dalam Pergub.

Maka ngawur yang mengatakan bahwa Anies Baswedan bersikap tak konsisten atau memberi keistimewaan pada Habib Rizieq. Pergub pedoman pelaksanaan PSBB Transisi telah disahkan pada 19 Agustus 2019. Dibuat berdasarkan masukan para ahli dengan mengamati perkembangan kasus Covid-19. Bukan karena Habib Rizieq.

Kalau soal pelanggaran ijin keramaian, itu adalah ranah Kepolisian. Penyelenggara keramaian, apakah demo, hajatan dll — harus memberitahu/ ijin ke Kepolisian sesuai aturan. Yang jadi ranah Pemprov DKI adalah memastikan acara keramaian/ ibadah sesuai protokol yang ditentukan dalam Pergub 79 th 2020 tentang PSBB Transisi.

Pemprov DKI sudah bertindak proaktif. Tahu akan ada keramaian di acara Habib Rizieq. Walikota Jakarta Pusat segera memberi surat peringatan. Cek di mana tempat di Indonesia, ada tidak Kepala Daerah lain yang berbuat sama, memberi surat peringatan untuk antisipasi kampanye pilkada/ acara kerumunan lain.

Saat acara, DKI Jakarta juga menerjunkan 200 petugas Satpol PP untuk mengawasi dan menertibkan jika ada pelanggaran. Hal ini menunjukkan keseriusan Pemprov DKI Jakarta melakukan antisipasi.

Ketika ditemui pelanggaran, sanksi dijatuhkan. Panitia Penyelenggara Habib Rizieq didenda maksimal yang ditentukan Peraturan Gubernur, Rp 50 Juta. Langkah yang diapresiasi oleh Pak Doni Monardo sebagai Ketua Gugus Tugas Penanggulangan Covid Pusat.

Ada yang bertanya, mengapa kerumunan tak dibubarkan? Petugas Satpoll PP hanya ada 200 petugas, tak mungkin membubarkan ribuan massa. Apalagi ada kemungkinan risiko konflik sosial lebih besar jika pembubaran dilakukan.

Langkah semacam ini juga bukan kali pertama, pada acara penutupan McD Sarinah dan rentetan demonstrasi UU Cipta Kerja di Jakarta kemarin, tidak dibubarkan karena alasan yang sama. Apakah ada yang akan lebih memilih membubarkan dengan risiko kerusuhan dan konflik yang meluas? Bahkan Polisi juga lebih memilih tak membubarkan demo demi menjaga ketertiban.

Kalau mau fair, berapa banyak kampanye pilkada yang melanggar protokol kesehatan? Langgar UU Karantina Kesehatan? Apakah diberi sanksi, apakah Kepala Daerahnya dipanggil polisi? Disitu kita jadi merasa Jakarta diperlakukan lain.

Gubernur Jakarta dipanggil Direskrimum Polda Metro. Surat diterima kemarin tanggal 16, diminta datang pada tanggal 17. Kurang dari 1 hari. Secara formal surat ini cacat, sebab KUHAP Pasal 227 menentukan bahwa segala jenis pemberitahan/ surat panggilan minimum 3 hari sebelumnya. Tapi toh Anies Baswedan lebih memilih bersikap kooperatif.

Selain soal waktu, ada yang tak wajar karena surat ditujukan kepada Anies Baswedan, dengan jabatan yang hanya disebutkan dalam kurung. Kenapa seolah yang dipanggil adalah Anies Baswedan sebagai pribadi padahal ia menjalankan tugas dalam kapasitasnya sebagai gubernur.