“Bukan hanya buku fiksi saja, tetapi juga buku-buku lain memiliki proses yang sama. Apakah kita harus membeli buku resmi yang tidak terjangkau kantong kita? Jelas tidak. Lebih baik tidak membeli buku sama sekali dan meminjam buku melalui perpustakaan,” sambungnya.
Koridor Hukum Kurang Tegas?
Ada akibat hukum terkait pembajakan buku. Dalam Pasal 9 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dijelaskan bahwa pemegang hak cipta memiliki hak ekonomi untuk melakukan penerbitan ciptaan, penggandaan ciptaan, penerjamah ciptaan, dan pengadaptasian, pengaransemenan, atau pentransformasian ciptaan.
Pasal itu menyebut setiap orang yang tanpa izin pencipta atau pemegang hak cipta dilarang untuk melakukan penggandaan atau penggunaan secara komersil ciptaan. Sanksi pelaku pembajakan dimuat di pasal 113, dengan ancaman pidana satu hingga empat tahun dan/atau membayar denda sebesar satu hingga empat miliar rupiah.
Sayangnya, untuk mewujudkan efektivitas UU Hak Cipta diperlukan kesadaran masyarakat bahwa pembajakan buku tidaklah dapat ditolerir. Beredar pandangan di masyarakat bahwa pembajakan bukan kejahatan yang besar—bahkan pelakunya dianggap bukan kriminal.
Di sisi lain, andil pemerintah dalam memberantas kasus pembajakan buku yang tidak ada hentinya ini dirasa belum efektif. Pemerintah memang melakukan tindakan terhadap pembajakan buku, tetapi hal ini dipandang sebagai formalitas saja.
Masih banyak marketplace yang menjual buku bajakan. Mereka tak tersentuh dan bebas melakukan kejahatannya. Diperlukan solusi yang tepat untuk mengatasi hal ini.
Ada baiknya pemerintah tak tinggal diam. Pembajakan tak akan musnah dengan sendirinya di Indonesia. Perlu diterapkan strategi yang tepat dalam memerangi kasus pembajakan buku.
Kartika menyarankan strategi yang tepat untuk dilakukan pemerintah, yaitu dengan membuat lembaga khusus yang menangani masalah pembajakan buku.
“Kita punya BNN, OJK, dan lembaga lainnya. Penulis dan penerbit butuh sebuah wadah khusus agar literasi di negara ini dapat berkembang dengan baik tanpa adanya pihak yang dapat merugikan. Selain itu, pemerintah seharusnya memperbanyak jumlah perpustakaan dan kuantitas buku agar bisa meminjam dan membaca buku secara gratis,” simpul Kartika. [dmr]