Oleh: Saat Suharto Amjad
Barisan.co – Namanya telah lebih dahulu saya kenal dari pujian orang tua, guru, senior di Islamic Microfinance Ayahanda Prof Amin Azis, yang memuji seorang anak muda pemilik tekad luar biasa, pembangun desa kelahirannya melalui gerakan pemberdayaan, gerakan pembebasan Baitul Maal wa at-Tamwil. Namanya disebut dengan semangat dan nama itu saya catat baik-baik, Adib Zuhairi. Pasti pemuda ini adalah pemuda hebat karena dipuji sedemikian rupa oleh orang hebat.
Sosok Adib Zuhairi memiliki peran sentral di Perhimpunan BMT Indonesia, suatu perkumpulan BMT yang bersama-sama dengan puluhan BMT utama di Indonesia kami dirikan di tahun 2005. Sehingga ketika mendengar beliau telah lebih dahulu menghadap Allah, selalu ada rasa belum siap. Belum siap rasanya kehilangan teman berjuang, mujahid dakwah di bidang ekonomi syariah.
Beliau ikut meletakkan dasar-dasar gerakan BMT di Indonesia. Kontribusi beliau makin sentral ketika menjadi ketua Koordinator Wilayah PBMT Jawa Tengah. Di bawah beliau, koordinasi dengan BMT-BMT utama di Indonesia menjadi begitu mengalir dan soliditas menjelma menjadi modal sosial.
Apalagi kemudian beliau menjadi direktur PBMT Travel yang bukan hanya sukses memberangkatkan 500-600 jamaah umroh setiap tahunnya. Tapi juga sukses membangun alumni umroh sebagai kumpulannya orang orang sholeh; kumpulannya orang-orang yang peduli kepada masyarakat dan dhuafa; kumpulannya orang-orang yang menguatkan BMT baik dari sisi sosial (maal) maupun dari sisi bisnis (tamwil).
Rasa belum siap itu juga karena kami belum sempat mendeseminasikan pelayanan Islamic Microfinance pada kelompok usaha Industri rumahan di mana BMT Tumang memiliki keunggulan khusus untuk itu.
Kampung Tumang sejak sebelum kemerdekaan negeri ini telah dikenal sebagai kampung para pengrajin besi. Para empu yang membuat mata bajak, bawak dan landep (mata cangkul), arit, pisau yang relatif sederhana hingga dandang dan kenceng. Kerjasama tim telah hidup dan menghidupi kampung di lereng merapi merbabu itu. Hidup juga ujar-ujaran yang menggugah kerja khas Tumang. “ono dino-ono upo, ora nuthuk ora muluk.”
“Setiap hari telah dijamin rezeki. Tapi mesti kamu usahakan dengan penuh semangat karena kalau kamu tidak menggembleng/menempa besi maka kamu tidak akan dapat makan nasi.”
BMT kita ini hidup luluh menjadi bagian tidak terpisahkan dari kerajinan yang menjadi industri ini. Lampu-lampu kuningan yang menghias bandara, kubah-kubah tembaga yang memanggil-manggil orang untuk ke masjid-masjid, datangnya dari kampung ini.