BARISAN.CO – Pandemi semakin massif di Eropa dan belahan dunia lain di akhir tahun 2021 ini, varian omicron sebagai salah satu penyebabnya. Hal ini membuat WFH mulai kembali diberlakukan dengan massif di berbagai negara yang mengalami outbreak.
WFH sendiri sepanjang pandemi menjadi penyebab tingginya peretasan dan kebocoran data. Misalnya Indonesia, menurut laporan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), serangan yang tercatat sampai Oktober 2021 sudah lebih dari 1 miliar jumlahnya. Ini 2x lipat lebih banyak dibanding 2020, yang juga berlipat lebih banyak dibandingkan 2019 sebelum ada pandemi.
IBM sendiri mencatat peningkatan kerugian setiap kebocoran data dari US$ 3,86 juta pada 2020 menjadi US$ $4,24 juta tahun 2021 ini. Lalu kebocoran data pribadi juga menyumbang kerugian yang paling besar dengan nilai sekitar Rp 2,5 juta untuk satu data masyarakat.
Pakar keamanan siber Pratama Persadha menjelaskan, bahwa ancaman siber pada 2022 tidak akan jauh seperti di 2021. Indonesia punya pekerjaan rumah untuk mencegah berbagai kebocoran data, terutama di lembaga negara dan swasta yang memproses data pribadi masyarakat dalam jumlah sangat banyak.
Menurut Pratama, pada tahun 2022 ini, Indonesia mencatatkan rekor buruk di global pada kasus kebocoran BPJS kesehatan. Karena kebocoran 279 juta data tersebut masuk pada urutan pelanggaran data terbesar yang dicatat oleh berbagai lembaga siber di seluruh dunia.
“Dari peristiwa tersebut, seharusnya pemerintah bisa belajar kesalahan tersebut dan tidak mengulanginnya pada tahun – tahun mendatang, Ini karena serangan diperkirakan akan menjadi lebih umum, lebih kuat, dan lebih maju di tahun-tahun mendatang,” jelas chairman lembaga riset keamanan siber CISSReC (Communication & Information System Security Research Center) dalam keterangannya Jumat (24/12/2021).
Pratama menambahkan, pencurian data masih akan menjadi tren di 2022. Data dalam jumlah massif semakin dibutuhkan oleh banyak pihak, baik untuk kegiatan legal maupun ilegal.
Memang ini terjadi secara global, namun dengan pemakai internet hingga Januari tahun ini yang menembus lebih dari 200 juta penduduk, tentunya Indonesia harus lebih serius dalam permasalahan ini.
Ransomware
Ditambahkan Pratama bahwa ancaman ransomware juga akan terus tumbuh. Serangan ini diperkirakan akan meningkat di industri kritis di mana membayar penjahat siber terpaksa dilakukan untuk melindungi keamanan dan keselamatan data demi keberlangsungan institusi atau perusahaannya.
“Di tahun 2022, prediksi berdasarkan tren global yang ada dengan melihat pola penyerangan dan inovasi teknologi yang terus berubah, maka serangan ransomware diproyeksikan bakal meningkat, hingga deepfake juga masalah kerentanan perangkat IoT yang kemungkinan akan menambah ancaman terhadap keamanan siber,” terang pria asal Cepu Jawa Tengah ini.,
Dilanjutkan olehnya bahwa kita sudah melihat serangan ransomware ke perusahaan pipa minyak Amerika pada awal Mei yang merupakan salah satu serangan cyber paling massif ditahun ini.