Tak seorangpun tahu siapa yang dahulu telah memulainya. Cerita tentang kewingitan kuburan cina di seberang kampung itu seakan-akan telah menyatu dengan kehidupan warga dukuh Milir. Kata orang-orang tua , di komplek pekuburan cina itu sering terlihat seekor ular naga raksasa dan seorang kakek-kakek yang selalu berjalan mondar-mandir dari ujung ke ujung komplek pekuburan.
Namun cerita-cerita takhyul itu justeru membuat Darto penasaran. Iseng-iseng ia seringkali justeru menyambangi komplek pekuburan cina tersebut. Kebetulan ladangnya terletak persis di bawahnya. Di pekuburan itu pula Darto menemukan aneka rumput liar. Iseng-iseng ia mengawinkan beberapa bunga rumput yang ada lalu menanamnya kembali.
Entah karena kebetulan atau karena berkat campur tangannya, Darto malah mendapatkan jenis rumput baru. Daunnya sedemikian lebat, cepat tumbuh dan sangat disukai oleh ternak dombanya. Dari situlah Darto lantas menyulap sebagian tegalannya yang selama ini hanya ditumbuhi rumput liar. Ia menggantinya dengan rumput yang ditemukannya tersebut.
Rumput itu ia beri nama Tebon-tebonan. Selain karena tumbuh tegak mirip dengan Tebu, rumput itu batangnya juga terasa manis kalau dikunyah-kunyah. Bedanya kalau rumput Tebon-tebonan itu memiliki kulit batang yang lebih lunak dan daun yang lebih lemas ketimbang tebu. Dan berkat rumput itu pulalah ternak Darto berkembang baik.
Dan sebagaimana lumrahnya, keberhasilan Darto beternak dan menyilangkan rumputpun segera menyebar ke seluruh penjuru kecamatan. Berkali-kali ia didatangi oleh petugas penyuluh peternakan, mahasiswa dan peneliti dari kota. Alhasil nama Darto kian melambung. Namun begitu sebenarnya Darto justeru merasa repot.
Setiap ada tamu, pekerjaannya mestilah terbengkalai. Belum lagi jika harus mengeluarkan minuman atau panganan. Pendek kata kebutuhan dapurnya jadi membengkak padahal pendapatannya tetap. Sudah demikian para tamunya itu seperti tak peduli sedikitpun dengan terbatasnya dompet Darto. Boro-boro memberikan amplop kepada Darto, membawa gula atau Teh saja tidak. Dasar orang kota, ucap Darto suatu ketika saking jengkelnya.
Kalau tidak salah petaka itu dimulai ketika Suatu pagi di sebuah pertemuan desa, petugas penyluh peternakan menyampaikan bahwa ia ingin mengangkat keberhasilan Darto. Ia ingin Darto dinobatkan sebagai petani ternak pelopor. Rupanya nasib baik sedang berpihak pada lelaki melarat yang tak pernah menamatkan sekolahnya tersebut. Darto oleh panitia hari tani nasional dianggap memenuhi kriteria sebagai petani ternak pelopor.