Scroll untuk baca artikel
Blog

Perampokan Di Ladang Rumput – Cerpen Noerjoso

Redaksi
×

Perampokan Di Ladang Rumput – Cerpen Noerjoso

Sebarkan artikel ini

Roda nasibpun rupanya tengah berada di atas.  Seminggu yang lalu petugas penyuluh peternakan mendatangi rumah Darto.  Ia mengatakan bahwa Darto mendapat undangan dari panitia nasional hari tani.  Darto akan diberi penghargaan dan hadiah karena telah dianggap berjasa memajukan dunia peternakan. 

Berkali-kali Darto menolak untuk menghadiri undangan tersebut.  Dan sebanyak itu pula Darto terus dibujuk serta ditakut-takuti kalau sampai berani untuk tidak datang di hari peringatan tersebut.

“Pak Darto nanti akan mendapatkan penghargaan langsung dari Bapak Presiden,” bujuk penyuluh peternakan yang mengantar undangan untuk Darto tersebut.

“Bapak penyuluh saja yang datang,” jawab Darto ringan.  Ia seperti tak bergembira sama sekali dengan undangan tersebut.

“Kok saya yang harus datang?  Bukankah rumput Tebon-tebonan itu temuan Pak Darto?” timpal penyuluh peternakan tersebut sambil geleng-geleng kepala.  Petugas penyuluh tersebut mungkin heran dengan sikap Darto yang sedemikian itu.

“Akui saja kalau itu temuan Bapak.  Beres masalahnya.  Saya ikhlas kok!” jawab Darto lugu.

 Setelah mengalami bujuk rayu yang panjang, akhirnya Dartopun bersedia berangkat ke Jakarta ditemani oleh petugas penyuluh peternakan tersebut.  Gubernur, Bupati, Kepala Dinas Peternakan, Camat dan Pak Kades juga kecipratan undangan. Alasannya karena pejabat-pejabat tersebut dianggap telah berhasil membantu memajukan dunia peternakan di daerahnya.  Yang bekerja keras Darto tetapi yang mendapat pujian justeru orang lain.  Ironi memang!  Demikian ucap Kadir ketika mendengar berita bahwa Pak Kades dan pejabat di atasnya juga dimintai untuk mendampingi Darto guna menerima penghargaan.

Sore itu selepas turun dari pesawat, Darto segera bergegas diajak menginap di hotel.  Petugas penyuluh meminta uang saku yang diberikan oleh Pak Bupati kepada Darto.  Alasannya untuk membayar biaya hotel.  Padahal biaya penginapan telah ditanggung oleh panitia.  Dartopun manut saja.  Darto yang terbiasa tidur di atas dipan bambu dan hanya beralas tikar pandan, malam itu tak dapat memejamkan matanya walau hanya sekejap.  Dingin Ac dan empuknya kasur kamar hotel justeru menyiksanya.

Bahkan ketika sarapan pagi tiba,  perutnya terasa ingin muntah.  Lelaki melarat yang tak biasa sarapan itu disodori aneka kue dan panganan yang tidak hanya asing namanya tetapi juga rasanya.  Walhasil, pagi itu ia hanya sarapan teh manis dan dua potong kerupuk.  Karena seluruh makanan yang ada tak sedikitpun sesuai dengan lidah Darto.