Scroll untuk baca artikel
Blog

Peran Penting Tokoh Pers dalam Perjuangan Kemerdekaan

Redaksi
×

Peran Penting Tokoh Pers dalam Perjuangan Kemerdekaan

Sebarkan artikel ini

Gagasan dan gerakan nasionalisme di Indonesia tidak bisa dipisahkan dengan perkembangan pers di Indonesia. Pondasi kebangsaan Indonesia dibangun oleh tradisi pers para pemuda Indonesia pada awal abad 20.

BARISAN.CO – Para pemuda dengan patriotismenya di era pergerakan nasional sebagian besar adalah para jurnalis. Beberapa diantara merek adalah Tjipto, Soekarno, Siti Sundari, W.R. Supratman, dan sebagainya.

Mereka bergerak bersama melawan penjajah, mengabarkan semangat persatuan Indonesia. Dan juga menyadarkan masyarakat bahwa mereka mempunyai sebuah bangsa bernama Indonesia yang layak untuk diperjuangkan dan dimerdekakan.

“Pers saat itu adalah alat perlawanan terhadap kolonialisme, sekaligus menyatukan kolektivitas tanah air dalam kesadaran berbangsa”, kata Direktur Perfilman, Musik, dan Media Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan Kebudayaan, Riset dan Teknologi, Ahmad Mahendra dalam Pameran Tokoh Pers di Balik Sumpah Pemuda dengan tema “Lawan!” di M Bloc Space, Jakarta Selatan beberapa waktu lalu.

Senada dengan itu, Muhidin M. Dahlan menegaskan bahwa terdapat tiga temuan pers sebagai pembenihan ide ke Indonesiaan. Ketiga itu yaitu, pertama pers sebagai teknologi. Kedua, pers sebagai mimbar organisasi dalam menghela dinamo pergerakkan nasional. Dan ketiga, pers sebagai bagian bisnis informasi yang tidak terikat dengan politik lembaga tertentu.

“Simbol pergerakkan modern ditandai dengan jurnalis. Pergerakkan nasional tidak boleh dipisahkan dengan pers, karena jurnalis adalah kehormatan yang merupakan bagian gagasan ke Indonesiaan,” ujarnya dalam sebuah acara.

Selain itu, Muhidin juga menjelaskan bahwa jurnalistik adalah laboratorium dari ide gagasan.

“Pemimpin pergerakkan adalah jurnalis,” tegas Muhidin yang merupakan pendiri @radiobuku dan @warungarsip ini.

Peran Tokoh Pers

Tirto Adhi Soerjo adalah salah satu bumiputra yang sadar akan pentingnya pers dalam membela kepentingan sosial dan politik.

Pada tahun 1906, Tirto Adhi Soerjo mendirikan Sarekat Priyayi dan menerbitkan surat kabar Medan Prijaji di Bandung pada 1907. Selain itu, Tirto juga menerbitkan Poetri Hindia sebagai majalah perempuan pertama di Indonesia tahun 1908.

Kritik terhadap kebijakan Belanda dan perkembangan gagasan kebangsaan semakin ramai diberitakan pers bumiputra Nusantara menjelang 1920.

Di kawasan Sumatera, keberadaan surat kabar Oetoesan Melajoe (1913) dan Soeara Perempuan (1918) menjadi wadah untuk melawan kolonialisme di Indonesia bagian barat dengan semboyan kemerdekaan.

Kritik dan perlawanan priyayi melalui pers mendapat tindakan represif dari Belanda sekitar dasawarsa kedua abad ke-20.

Pada tahun-tahun tersebut, mengutip dari Perhimpunan Indonesia dan Pergerakan Nasional (1993) karya John Ingleson, banyak terjadi pemberedelan surat kabar dan penahanan tokoh pergerakan nasional seperti Ki Hadjar Dewantara, Ciptomangunkusumo, Abdul Moeis, Semaoen, Tirto Adhi Soerjo dll.

Tirto Adhi Soerjo pada 1912 diasingkan oleh Belanda ke Maluku karena kritik dan tulisan yang ia muat dalam surat kabar miliknya.

Selain itu, Ki Hadjar Dewantara juga ditangkap pada 1913 karena kritik tajamnya yang dimuat di surat kabar De Express yang berjudul Als Ik Eens Nederlander Was (Seandainya saya seorang Belanda).

Semaoen juga menerima nasib serupa, ia mengkritik kebijakan kolonial dengan haatzaai artikelen dan membuatnya dipenjara oleh pemerintah Belanda. [rif]