Scroll untuk baca artikel
Terkini

Perbedaan Adalah Sunatullah: Jangan Menentang Qadla dan Qadar Allah

Redaksi
×

Perbedaan Adalah Sunatullah: Jangan Menentang Qadla dan Qadar Allah

Sebarkan artikel ini

BARISAN.CO – Pengasuh Pondok Pesantren Al-Itqon Bugen, KH Ubaidillah Shodaqoh mengatakan perbedaan adalah sunatullah. Iradah dan qudrah Allah Swt melingkupi dan menentukan sampai bagian kecil keberadaan alam semesta.

“Mengingkari, tidak menerima realitas itu berarti menentang qadla’ dan qadar Allah,” ucapnya dalam Suluk Senen Pahingan bertemakan Merayakan Keberagaman Menakar Kebangsaan di Pendopo PP Al-Itqon, Minggu (13/9/2021) malam.

Kiai yang biasa akrab dipanggil Mbah Ubaid berpesan sebagai muslim yang beriman tentu harus rela atas qadla’ keberagaman kelompok, agama, mazhab, ras, dan berbagai manusia.

“Toleransi dalam rangka menjaga eksistensi keimanan pelaksanaan agama, mazhab yang kita yakini. Toleransi dan pengakuan terhadap pluralitas bukan berarti pula meleburkan agama dan keyakinan kita pada keyakinan dan agama yang lain,” tuturnya.

Pelawak dari Pati, Markonyik menyampaikan keberagaman itu seperti perangkat musik gamelan. Perangkat gamelan tersebut berbeda-beda, ada kenong, gong, kendang, bonang maupun rebab. Masing-masing perangkat tersebut memiliki suara khasnya tersendiri.

“Jika masing-masing berbunyi sendiri, tentunya bunyinya tidak indah. Namun jika perbedaan itu digabungkan dan disandingkan bersama, maka akan menciptakan harmonisasi musik yang indah,” terangnya.

Gelar acara Suluk Senen Pahingan ini digarap para santri yang menyebut dirinya Santri Bajingan yakni santri bar ngaji mangan. Bukan sekadar ngaji, namun ada diskusi dan pembacaan puisi serta iringan musik dari band musik bernama Bajingan Yo Band.

Penampil pembacaan puisi dengan pembahasan keberagaman oleh penyair seperti Achiar M Permana. Turut membacakan puisi juga Gunawan Budi Susanto atau yang akrab dipanggil Kang Putu. Dilanjut pembacaan puisi Beno Siang Pamungkas dan juga musikalisasi puisi Wakyok. Timur Sinar Suprabana juga ikut andil membacakan puisi karya WS Rendra dalam pagelaran Suluk Senen Pahingan tersebut.

Pegiat Sosial Harjanto Halim mengatakan jangan sampai entititas dan agama atau golongan menjadi tembok, harusnya menjadi jembatan, dan menjadi pintu ke-Indonesiaan.

“Keindonesiaan itu kita menikmati keberagaman,” lanjutnya. [Luk]