Scroll untuk baca artikel
Analisis Awalil Rizky

Perencanaan Utang Pemerintah Era Jokowi Mudah Berubah

Redaksi
×

Perencanaan Utang Pemerintah Era Jokowi Mudah Berubah

Sebarkan artikel ini

UTANG pemerintah direncanakan dalam berbagai dokumen resmi negara dan pemerintah. Disebutkan antara lain tentang garis besar kebijakan pengelolaan, target besaran, dan berbagai indikator utang lainnya. Terdapat dokumen berjangka pendek (setahun), berjangka menengah (4-5 tahun), dan berjangka panjang (25 tahun).   

Dokumen utama berjangka menengah yang di dalamnya memuat rencana utang adalah Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). RPJMN ditetapkan oleh Presiden di awal periode pemerintahannya. Soalan utang merupakan bagian dari penjelasan kebijakan fiskal secara umum, yang antara lain menyebut rentang besaran rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

Dalam hal target rasio utang tercatat realisasi tiap tahun 2005-2009, capaiannya melampaui RPJMN 2005-2009. Hanya sedikit melesat pada tahun 2014 untuk RPJMN 2010-2014. Namun pada tahun 2015-2019, tidak ada tahun yang mencapai target RPJMN 2015-2019. Bahkan realisasi pada tahun 2019 sebesar 30,23%, jauh dari target RPJMN yang sebesar 19,30%.

Berdasar realisasi 2015-2019, maka RPJMN 2020-2024 mengubah target rasio utang menjadi lebih besar atau memberi ruang berutang yang lebih banyak. Namun, pandemi covid-19 membuat realisasi pada tahun 2020 dan 2021 kembali meleset jauh. Realisasinya mencapai 39,38% dan 40,74%, sedangkan target RPJMN di kisaran 29,6-30,4% (2020) dan 29,4-30,0% (2021).

Bisa dipastikan tidak akan tercapainya target rasio utang untuk tiga tahun terakhir dari RPJMN, yaitu: 29,1-29,8% (2022), 28,9-29,6% (2023), 28,5-29,2% (2024). Dokumen Kebijakan Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal dari Pemerintah tahun 2023 saja telah menyebut proyeksi: 40,83-41,93% (2022), 40,58-42,42% (2023), 40,32-42,47% (2024).    

Strategi Pengelolaan Utang Negara Jangka Menengah (SPUNJM)

Perencanaan pengelolaan utang berjangka menengah yang lebih rinci dibanding RPJMN yang disebut Strategi Pengelolaan Utang Negara Jangka Menengah (SPUNJM), yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan (KMK). Semula kurun waktunya bersesuaian dengan RPJMN, karena memang harus menjadi penjabarannya dalam hal perencanaan utang. Terdapat SPUNJM tahun 2005-2009 dan SPUNJM tahun 2010-2014.

Perkembangan berikutnya dari SPUNJM tidak lagi seiring dengan RPJMN, baik dalam hal rentang waktu, maupun besaran target indikatornya. Antara lain disebabkan oleh revisi yang dilakukan sebelum berakhirnya waktu SPUNJM. Padahal, RPJMN belum pernah mengalami revisi di pertengahan waktu pelaksanaan. Terdapat SPUNJM tahun 2013-2016, SPUNJM tahun 2014-2017, SPUNJM tahun 2018-2021, SPUNJM tahun 2020-2024.

Dampak besar dari Pandemi covid-19 terhadap kebijakan fiskal antara lain berupa bertambahnya utang pemerintah secara besar-besaran. Pada saat bersamaan, laju nilai Produk Domestik Bruto atas Dasar Harga Berlaku yang sempat terkontraksi tahun 2020, membuat rasio utang atas PDB meningkat pesat.

Pemerintah terpaksa mengubah SPUNJM 2020-2024 pada Juni 2021, atau hanya berumur satu tahun setengah. Istilah yang dipakai kemudian dipersingkat menjadi Strategi Pengelolaan Utang Jangka Menengah (SPUJM) tahun 2022-2025. Namun, SPUJM ini juga hanya berumur setahun, digantikan oleh SPUJM tahun 2023-2026.

Berbagai Keputusan Menteri Keuangan (KMK) yang menjadi dasar hukum menyatakan bahwa SPNUJM/SPUJM digunakan sebagai panduan untuk mencapai tujuan jangka menengah pengelolaan utang. Terutama memuat tentang 8 hal pokok, seperti: 1. Tujuan pengelolaan utang; 2. Prinsip pengelolaan utang; 3. Asumsi-asumsi penyusunan SPUNJM/SPUJM; 4. Kebijakan pengelolaan utang; 5. Komposisi pengadaan utang baru; 6. Target indikator risiko utang; 7. Indikator yang dimonitor; dan 8. Batas maksimal penjaminan.