SIKAP orang tua memperlakukan anak sebagai anak yang pintar perlu didukung oleh tindakan yang membuatnya memang merasa demikian. Salah satu yang penting untuk dibiasakan berupa mengajak anak melakukan sebagian aktivitas yang biasa dikerjakan orang tua.
Anak-anak tampak tidak pernah berhenti beraktivitas. Mereka selalu ingin tahu dan mencoba segala hal. Tidak jarang, orang tua merasa lelah jika mengikuti seluruh kegiatan anak. Perlu sikap yang sabar dan bijak dari orang tua yang disertai kesadaran bahwa fase ini sangat penting dan menentukan masa depan mereka.
Ada kebiasaan pula bagi anak-anak untuk mencoba meniru apa yang dilakukan oleh orang dewasa. Oleh karenanya, lebih baik bagi orang tua untuk mengajak atau melibatkan mereka dalam beberapa aktivitas.
Contoh kegiatan dimaksud antara lain: menyapu lantai, melap meja kursi, mencuci piring, menjemur pakaian, merapikan tempat tidur, menyiram tanaman, dan lain sebagainya.
Orang tua sebaiknya memberi pujian setelah anak selesai terlibat dalam aktivitas tadi. Hampir bisa dipastikan mereka akan senang dan menampilkan waja berseri. Dengan demikian, selain mendapat kesempatan belajar dan makin mampu melakukan beberapa pekerjaan, kepercayaan diri anak akan tumbuh. Mereka akan makin yakin bahwa dirinya memang pintar.
Kisah keluarga saya sendiri antara lain terjadi ketika Ira kecil yang sangat suka mengikuti hampir semua aktivitas saya di rumah. Ira sering ikut menyapu, melap meja kursi, menjemur pakaian, mengangkat jemuran, membuang sampah, hingga memasak.
Saya tidak melibatkannya mencuci piring dan baju karena khawatir menjadi terlalu senang main air dan kurang baik bagi kesehatan. Meski demikian, menyiram tanaman dengan selang dilibatkan dan menjadi pekerjaan favoritnya.
Adli nantinya juga suka menyiram tanaman, sehingga mereka selalu rebutan menjadi penyiram pertama. Tentu saja, kegiatan mereka ini masih bersama dan dalam pengawasan saya. Setelah usia mereka bertambah dan dirasa cukup mengerti bahwa mencuci bukanlah untuk bermain air, baru dilibatkan. Ira tampak memang lebih senang terkena air dengan mencuci piring dan baju.
Sementara Aya adiknya lebih menyukai pekerjaan yang tidak membuat dirinya basah. Aya senang diajak membersihkan kamar, membereskan tempat tidur dan menyapu. Dia juga suka membantu memasak, sehingga telah bisa membuat telur dadar saat kelas 2 SD. Bahkan, Aya dengan senang hati membuatkan telur dadar untuk adik dan kedua kakaknya.
Tentu saja orang tua harus menyadari konsekuensi pelibatan anak sejak usia dini dalam beberapa pekerjaannya.
Sebagian hasil pekerjaan tidak sebaik jika dilakukan sendiri, ataupun memperlambat waktu penyelesaiannya. Terkadang ada “biaya tambahan” seperti terbuangnya sebagian bahan makanan, sabun, serta rusaknya peralatan.
Namun, hal itu sebanding dengan perkembangan kepintaran anak serta kegembiraan yang mereka rasakan.
Salah satu kisah yang hingga kini tak terlupakan. Ketika Ira yang masih berusia 2 tahunan membantu saya memasak. Dia melihat saya sedang mengiris-iris bawang merah, bawang putih dan cabe hijau. Ira yang ingin membantu diberi wortel, pisau yang tidak tajam dan telenan untuk mengiris.
Ira bertanya, “Ummi iris-iris bawang sama cabe untuk apa?” Saya jawab, “Ini semua untuk bumbu” Dia lanjut bertanya, “iris wortel untuk apa, Mi?” Sambil menaruh panci berisi air, saya sahuti, “Untuk bikin sayur sop”.
Ketika saya mengambil tempe untuk dioseng dan kemudian berbalik, ternyata semua irisan bawang dan cabe sudah di dalam panci. Dengan polosnya Ira berkata, “Bumbunya sudah masuk, Mi! Wortelnya kalau sudah mendidih, kan?” Saya hanya tersenyum, tidak bisa komentar.