Dari hasil survei, hanya 8,2 persen orang yang berani menegur perokok untuk tidak merokok di dekat mereka.
BARISAN.CO – Hasil Survei U-Report UNICEF dan Lentera Anak mengungkapkan, 98 persen dari orang pernah terpapar asap rokok. Sementara, mayoritas tidak berdaya untuk menegur orang yang merokok.
Hasil kajian tersebut disampaikan dalam acara diskusi dan nonton bareng “Perokok Pasif dalam Diam Menyimpan Bencana” di Aula A Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Kamis (16/3/2023).
Ketua Lentera Anak, Lisda Sundari menyampaikan, dari hasil survei tersebut, hanya 8,2 persen orang yang berani menegur perokok untuk tidak merokok di dekat mereka.
Sementara, kebanyakan memilih menjauh dari perokok (48 persen), menutup hidung (30 persen), membiarkan saja (8 persen), dan lainnya (5 persen).
Ketidakberdayaan itu, menurut Lisda, justru membuat perokok pasif berada dalam pilihan tetap berada di sana dengan risiko terpaksa menghirup asap rokok atau pergi menjauh.
Ketua Perkumpulan Promotor dan Pendidik Kesehatan Masyarakat Indonesia, Dr. dra. Rita Damayanti, MSPH., mengatakan, masyarakat memiliki tingkat toleransi yang sangat tinggi dan memang kurang asertif. Ditambah lagi, Rita menyebut, rokok itu adalah salah satu normanya adalah perilaku sosial, yang membuat orang sungkan untuk menegur.
“Itu yang terjadi kemudian, kalau kita lihat dan monitoring peraturan, sangsinya dan sebagainya kurang kuat. Sehingga, kemudian masyarakat memilih untuk lebih banyak diam dan menerima itu sebagai kegiatan sosial yang harus diterima,” ungkap Rita.
Dia menyarankan, agar masyarakat lebih asertif, berdaya, dan mau menegur.
“Dengan demikian, nanti perlahan-lahan terjadilah perubahan perilaku sosial,” tambahnya.
Awalnya merokok merupakan perilaku sosial, dengan sikap asertif dan berdaya masyarakat akan mengubahnya menjadi perilaku asosial, jelas Rita.
Jumlah perokok saat ini mencapai 69,1 juta. Dari jumlah tersebut, 60 persennya ingin berhenti merokok. Namun, hanya 5 persen dari 60 persen tersebut yang berhasil berhenti merokok. Zat adiktif dari rokok yang membuat mereka kesulitan berhenti.
Julius Ibrani, Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI), menceritakan, dia tak segan-segan untuk bertindak saat ada orang yang merokok di dalam ruangan tertutup, yang tidak ada ada hexos fan.
“Tiap dia taruh di asbak, saya siram rokoknya, begitu terus sampai orangnya itu kesal sendiri,” jeas Julius.
Dia menuturkan, banyak orang yang berdalih, merokok adalah hak asasi.
“Tapi, mereka lupa kalau mendapatkan udara bersih itu juga hak asasi. Dengan mereka merokok itu artinya merampas hak asasi orang lain,” tutur Julius.
Sedangkan, Margianta S.J.D, Executive Director Emancipate Indonesia menyebut, saat ini industri rokok bahkan berani menyelipkan kesan seolah rokok itu baik.
“Saya pernah lihat adegan film di mana bosnya bilang begini ke bawahannya, ‘Bagus kalian merokok karena membantu cukai negara’. Pas akhir film, kelihatan salah satu sponsor film tersebut industri rokok,” urai Margianta.