Intinya bahwa dengan memahami karakteristik dan perilaku pemilih ini, seorang kontestan dapat merumuskan dan mengimplementasikan strategi yang tepat untuk memenangkan persaingan.
Ada beberapa faktor yang biasanya dijadikan referensi konstituen terhadap calaon kepala daerah diantaranya; (1). Program atau kebijakan publik yang yang ditawarkan dan/ atau akan diperjuangkan oleh kandidat;
(2). Citra Sosial (Social Imagery) kandidat maupun parpol yang mengusungnya;
(3). Perasaan emosional (emotional feeling), yakni dimensi emosional yang nampak dari seorang kandidat yang ditunjukkan oleh perilaku atau kebijakan-kebijakan yang terlihat dari aktivitas, komentar kandidat terhadap suatu peristiwa tertentu yang dapat menyentuh hati pemilihnya;
(4). Citra Kandidat, adalah sifat-sifat khusus yang melekat pada seorang kandidat, dan yang membedakannya dengan kandidat lainnya, seperti perilakunya, kharismanya, tutur katanya, kemampuan intelektualnya, maupun kemampuan beradaptasi dengan komunitas di mana ia berada;
(5). Peristiwa mutakhir (current events), meliputi kumpulan peristiwa, isu, serta kebijakan yang berkembang selama masa kampanye sampai menjelang pemungutan suara;
(6). Peristiwa personal (personal events), yakni kehidupan pribadi dan peristiwa yang dialami selama karier yang dijalani sebelum terpilih sebagai seorang kandidat;
(7). Isu-isu Epistemik, yakni isu-isu pemilihan yang spesifik yang dapat memacu rasa keingintahuan pemilih mengenai hal-hal yang baru, misalnya figur kontestan yang bertekad membenahi kinerja birokrasi, memberantas pungli dan korupsi, punya potensi mampu mengangkat taraf hidup masyarakat ekonomi lemah dari berbagai kemiskinan keterbelakangannya, mampu meningkatkan kualitas hidup masyarakat, mampu menciptakan tata kelolah pemerintahan yang adil, jujur, bermartabat dan sebagainya.
Terkait karakter pemilih, maka sesuai perkembangan termutakhir, setidaknya ada tiga jenis pemilih;
Pertama, Pemilih berorientasi pada kebijakan yang ditempuh oleh seorang kandidat dalam upaya memenangkan pilkada, yakni sejauh mana para kandidat/kontestan mampu menawarkan program kerja yang dapat memecahkan persoalan mendasar dari para pemilih.
Disini pemilih akan memilih secara obyektif kandidat yang memiliki kepakaan terhadap masalah sosial yang dihadapi oleh masyarakat banyak. Kandidat yang tidak jelas arah kebijakannya akan cenderung tidak dipilih oleh masyarakat .
Hal ini disebabkan karena dalam diri pemilih itu sendiri ada terdapat harapan-harapan dan keinginan untuk memperoleh adanya suatu pembaharuan dalam kehidupannya,baik terkait hidup pribadi maupun kehidupan bersama.